RB ~ 19

7.3K 471 5
                                    


Jangan mengejar mati matian apa yang tidak akan dibawa mati

~Rumah Biru~
















Malam ini acara Khotmil Quran dimulai setelah Isya, dimulai dari Abah Abdurahman yang membacakan Surat Addhuha sampai selesai lalu disambung dengan doa khotmil

Navi dan Umi Khadijah juga Umi Shofia ikut membantu membungkus jajanan di box makanan

Ada juga yang masih merangkai melati untuk besok dikalungkan ke tamu yang akan mengisi acara

Navi duduk di Aula dibelakang teras ndalem disamping Uminya

Banyak juga Ustadzah dan Ndalem disitu sementara beberapa Pengurus ada yang merapikan di Gor dan memantau di Masjid

Navi tak menyadari sedari tadi ada yang bolak balik merefill makanan yang sudah habis namun menatapnya sangat sinis

Beberapa asatidz melihatnya namun mereka malah terkekeh

Fikri benar benar dibakar cemburu melihat betapa baiknya umi Khadijah pada Navisha

Sekitar 4000 makanan disiapkan untuk wali santri dan warga sekitar yang datang sementara untuk tamu undangan memasaknya di komplek Banin yang di atur oleh Gus Muhammad dan Gus Habib karna di komplek Banat tidak muat

Mereka membungkus makanan tak hanya sebatas membungkus, mereka sambil ikut mengikuti apa yang sedang dilakukan di masjid karna suaranya terdengar keras dan juga ada layar yang dipasang disana

Acara khotmil quran selesai dilanjut penampilan Hadra sekaligus gladi bersih dari grub Hadrah Darul Jannah yang tampil di masjid dilihat semua santri banat dan banin dengan Gus Arash sebagai vokalis

Navi akui suara suaminya memang merdu, merdu sekali apalagi tadi pagi saat mengucap ijab Qobul, menurutnya itu suara termerdu dari suaminya

Karna benar benar diucapkan dari hati

Navi membungkus jajanan berupa marrie anak kecil dan lain lain untuk tamu wali santri

Sedangkan untuk makanannya akan mulai dibungkus jam 3 nanti agar tidak basi

Terdengar suara Gus Arash menyenandungkan sholawat Busyro lana bersi bar yang membuat santri di Masjid ikut menyandungkan karna benar benar asyik nadanya

Jajanan telah selesai di bungkus, Umi Shofia pamit ke Ndalem dulu mau menemani Cucunya, Sahil.

Navi digandeng umi Khadijah meninjau area dapur, disana sangat banyak bahan makanan yang sedang dan hendak dimasak

Beberapa ndalem ada yang duduk melingkar memotong daging kecil kecil, ada yg memotong sayuran, menggoreng ayam dan lain lain

"Is, nasi mandhi nya mau dimasak lagi jam brapa ?" Tanya Umi Khadijah pada mba Isma ketua Ndalem

"Jam 12 mi, jadi sampe besok lusa ndak basi"

"Jangan kebasahen Is, tadi agak kebasahen jadi makan pake tangan agak susah"

"Oh nggeh mi nanti dikurangin menteganya"

Umi Khadijah mengangguk lalu berjalan mengelilingi Ndalem melihat lihat kesibukan disana ditemani menantu barunya

Para Ndalem tidak berani bersalaman karna tangannya kotor, nanti tangan umi ikut kotor dan sudah biasa seperti ini

"Kambingnya jadinya berapa buat disini ?" Tanya Umi pada Akim ndalem putra yang bertugas memasak nasi dan memotong kambing dari 1 ekor jadi beberapa bagian

"Jadinya 18 mi, yang 5 buat tamu jadi nyembelih 23"

"Lah ? Cukup tah segitu ? Ngasihnya jangan sesendok sesendok loh, malu sama walisantri"

"Nggeh mangke nek kurang nyembelih lagi mi"

"Pokokke jangan pelit ngasih daging, kasihan yang dari jauh, tulangnya jangan diikutin ke sambal goreng, pisah buat asem asek yah"

"Nggeh mi siap"

Pesantren ini memang punya peternakan kambing yang biasa digunakan untuk acara seperti ini maupun Idul Adha nanti tanggal 10

Netra Umi dan Navi teralihkan melihat Fikri baru selesai mencuci sekitar 20 kilo cabe merah, dia membawa bakul itu lalu ditaruh di tempat yang kosong

"Eh umi" ucapnya hendak menyalami namun umi langsung menaruh tangannya sendiri di dada

Sebagai tanda salam karna melihat tangan Fikri yang kotor, bukan tak mau menyalami namun menghargai yg lain yg tidak bisa bersalaman dengannya

Fikri hanya bisa tersenyum, matanya sangat terlihat sembab, nafasnya naik turun kecapean

"Ini perempuan perempuan gantian istirahat yah jangan begadang sampe pagi, di gilir 4 jam tidur nanti gantian sama yang lain, laki laki juga kalo bisa gitu yah"

"Nggeh mi"

Umi Khadijah kembali menggandeng Navi lalu keluar dari ndalem, sepasang mata mengekori langkah keduanya, genggaman erat umi Khadijah pada tangan Navi kembali meremas hati sang pemilik mata itu

Entah sampai kapan dia akan kuat melihat hal demikian

Jika dia nekat menyakiti Navi untuk mendapatkan Arash sudah pasti satu pondok ini akan membela Navi

Tapi sakit hatinya sungguh tak bisa dikatakan oleh kata kata, jika dibayangkan anggap saja luka hatinya ditolak lamaran itu seperti luka yg belum mengering dan kabar pernikahan Gus Arash adalah perasan lemon yang tepat menimpa luka basah itu

Perih bukan ?
































Rumah Biru Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang