Lantana terus mengutuk dirinya. Bagaimana ia bisa bangun kesiangan yang mengakibatkan terlambat bekerja. Ia baru membuka matanya sekitar pukul 07.15, mungkin terlalu lelah karena ia harus membantu Ibu Mira mencuci piring dan membersihkan rumah sampai tengah malam. Mengingat acara lamaran Mira dan Bagas yang di undur malam hari.
Lantana berlari ke loker yang terletak di samping gedung bertingkat setelah memarkir sepedanya. Ia dengan cepat mengganti bajunya dengan seragam kerja dan berlari lagi untuk mengisi absensi di depan pintu lobi gedung bertingkat itu.
"Maaf, aku terlambat!" ucap Lantana saat bertemu temannya yang sedang mengepel lantai di lobi.
"Tidak masalah, ruangan kantor tadi sudah di bersihkan oleh Yuli, tinggal lantai 3 yang belum beres. Kamu bantu Yuli sekarang di lantai 3!" kata teman Lantana yang sesama office girl.
Lantana mengangguk dan dengan cepat menaiki tangga untuk menuju lantai 3.
"Yuli, mana yang belum selesai"? tanya Lantana dengan napas ngos-ngosan.
" Kamu bersihkan ruangan besar itu, katanya akan ada tamu yang datang!" jawab Yuli sambil menunjuk sebuah ruangan di seberang aula pertemuan. Lantana mengiyakan dan melakukan pekerjaannya.
**
"Tana, nanti jam 2 an kamu antarkan roti dan kopi untuk tamu di lantai 3 ya? Kasihan Yuli dari tadi naik turun tangga. Sekarang tamunya sedang makan siang!". Ucap Aulia saat tiba di kantin dengan membawa sebuah kotak makan.
"Iya, tenang saja!". Jawab Lantana sembari menikmati soto sisa acara lamaran sahabatnya kemarin malam.
"Dari tadi tidak kelihatan, sibuk sekali ya?" Tanya Lantana pada Aulia.
"Iya, tamunya agak cerewet soal makan siang. Udah terlanjur pesan gurami bakar, ayam bakar, urap-urap, cah kangkung, eh ada tamu 1 yang minta ganti salad buah sama jus alpukat. Alhasil aku harus mencari-cari info yang jualan salad buah dan jus alpukat sekitar sini. Trus untuk camilan juga pilih - pilih, sudah di belikan lemper sama pastel eh mintanya kue di toko roti yang mahal!" jawab Aulia dengan cemberut sambil membuka kotak makannya.
"Kuenya sudah aku taruh di dapur tadi, untuk lemper sama pastel kamu bagikan saja ke teman-teman yang lain!" imbuh Aulia sambil melahap nasi dari kotak bekalnya.
Lantana hanya cekikikan mendengar ocehan Aulia. Tidak pernah ia mendengar Aulia berkeluh kesah masalah pekerjannya.
"Oh ya, kamu tumben makan sendirian, kemana Mira?" Tanya Aulia
"Kemarin Mira ada acara lamaran, jadi hari ini tidak masuk mungkin karena terlalu capek karena dari pagi sudah sibuk!" jawab Lantana
"Oh, Mira sudah lamaran ya? Aku kapan ya? Aku juga ingin dilamar dan ingin segera menikah, lalu hidup bahagia bersama suamiku." kata Aulia berandai-andai sambil menatap langit-langit kantin.
Lantana berhenti mengunyah makanannya, dan menatap teman di depannya. Itu mengingatkannya pada masa lalunya. Harapan sebelum ia menjadi seorang istri. Menikah, lalu hidup bahagia bersama Bian. Tapi itu hanyalah sebuah harapan yang tak akan pernah terjadi. Perceraian merupakan titik terdalam dari kehancuran hidup di masa lalu. Tapi sekarang ia sudah mengikhlaskan segalanya termasuk merelakan Bian, karena ia sadar semua itu terjadi karena dirinya sendiri.
**
Lantana membawa nampan yang berisi beberapa roti dan 5 cangkir kopi hitam menuju ruangan di lantai 3.
"Permisi pak!" ucap lantana saat mengetuk pintu ruangan kaca yang bercorak buram.
Lantana sempat terkejut setelah membuka pintu ruangan itu. Di seberang sana ada Bian, mantan suaminya sedang duduk di sofa bersama dengan Bima dan Pak Rendra, serta 2 orang lainnya yang tidak ia kenal. Bian menoleh menatap Lantana dan mengembangkan senyum yang sepertinya mengejek.
"Apa Bian masih mengenaliku?" Batin Lantana.
Lantana berusaha menguasai dirinya, ia tetap berusaha tenang dan berjalan sambil tetap membawa nampan menuju sofa si pojok ruangan. Kemudian dia meletakkan roti dan 5 cangkir kopi di meja yang terletak di depan sofa. Jantung Lantana terasa berdetak kencang, ia mengucapkan pamit tanpa berani menatap Bian, pria yang dulu sangat dicintainya.
"Buatkan kopi susu! Aku tidak minum kopi hitam!" perintah salah satu orang, yang suaranya sangat familiar di telinga Lantana saat ia hendak pergi dari ruangan itu.
Lantana membalikkan badannya, dan menatap Bian dengan ragu. Ia tahu suara tersebut milik mantan suaminya.
"Baik, tunggu sebentar!" ucap Lantana sembari undur diri.
Lantana menyiapkan kopi susu di dapur, dan membawanya kembali ke lantai 3.
"Silahkan. Ini kopi susunya!" Lantana menaruh secangkir kopi susu di meja yang terletak di depan Bian.
"Kopi ini terlalu manis, kamu buatkan lagi yang baru. Aku tidak terlaku suka manis." ucap bian sambil mengecap lidahnya saat Lantana akan undur diri.
Lantana hanya mengiyakan dan kembali ke lantai 1 untuk membuat kopi susu yang baru. Lantana pikir bahwa Bian sudah mengenalinya, dan memang sengaja membuatnya emosi harus naik turun tangga dan melakukan beberapa pekerjaan.
"Kamu salin dokumen di atas meja itu menjadi 2!" perintah Bian sambil menunjuk meja kantor di seberang sofa.
"Tidak perlu pak, dokumen itu bisa di salin di kantor pusat." ucap Bima yang merasa kasihan melihat Lantana harus turun naik tangga.
Bian menatap Bima dengan tajam, yang menyebabkan lelaki itu sedikit menunduk dan tidak berbicara lagi.
"Baik, akan saya kerjakan!" ucap Lantana kemudian.
Lantana segera melakukan pekerjaannya dan membawa kembali dokumen tersebut ke lantai 3.

KAMU SEDANG MEMBACA
LANTANA
General FictionAda yang berkata bahwa kehidupan itu seperti roda dan kita tidak tahu kapan roda itu akan berputar. Seperti kisah Lantana, wanita cantik yang dulunya hidup bak putri kerajaan. Dan tiba - tiba hidupnya berubah seperti yang tidak Ia bayangkan sebelumn...