Lantana (12)

21K 1.4K 3
                                    

Hari ini, Lantana ingin menikmati indahnya desa di pagi hari. Lantana menghirup udara sejuk sambil mengayuh sepedanya. Ia pergi ke ujung desa tempat yang sudah menjadi favoritnya sejak lama.

Ia duduk di batu kecil pinggir sungai dan membiarkan kakinya masuk ke dalam arus kecil yang membawa air jernih itu mengalir ke sawah - sawah sekitar.

Hari minggu pagi seharusnya ia habiskan untuk tidur dan istirahat di rumah, tapi pikirannya tentang Bian membuatnya tak nyaman. Lantana mengira hanya satu hari saja Bian berada di PT Hansa Food, tapi ternyata sampai tiga hari ia masih tetap berada di sana dan selalu menyuruhnya untuk melakukan pekerjaan - pekerjaan yang membuat Lantana emosi.

"PT Hansa Food adalah perusahaan cabang kecil, tak mungkin Bian akan akan terlalu lama di sana." batin Lantana.

Ia berharap hari senin besok ia tak akan lagi bertemu dengan Bian. Ia tak suka dengan pandangan Bian yang seakan mengejeknya dengan penampilan yang sekarang. Ya, meskipun Lantana sekarang tak peduli dengan penampilannya, tapi ia merasa tak suka jika harus berhadapan dengan Bian.

Setelah bosan menikmati pemandangan di ujung desa, Lantana mengayuh sepedanya dan berencana pulang.

"Dek Tana!" Teriak seorang lelaki dari kejauhan.

Lantana menghentikan sepedanya dan melihat pak lurah sedang mengendari sepeda motornya menuju ke arahnya.

"Bapak tadi ke rumah Dek Tana, tapi Dek Tana tidak ada." kata pak lurah setelah mematikan mesin sepeda motornya.

"Ada apa pak Lurah?" Tanya Lantana

"Tidak ada apa-apa. Cuma mau kasih ini." ucap Pak Lurah sambil memperlihatkan kresek bening berisi roti dan berbagai macam kue.

"Sudah ambil saja Dek Tana!" kata pak lurah memberi paksa kresek itu pada Lantana yang hanya diam.

Lantana yang tak enak hati akhirnya terpaksa menerima pemberian pak lurah, dan mengucapkan terima kasih.

Lantana meneruskan mengayuh sepedanya, diikuti Pak Lurah yang mengendarai sepeda motor dengan pelan di sebelahnya.

"Pak lurah, kenapa mengikuti saya?" Tanya Lantana yang merasa risih.

"Oh, tidak apa-apa. Bapak cuma mau memastikan Dek Tana selamat sampai rumah!" jawab pak lurah dengan senyuman yang lebar.

Lantana menghentikan sepedanya, tiba-tiba sebuah ide terlintas di benaknya agar lelaki itu pergi.

"Pak lurah, sepertinya tadi saya melihat Diana di sekitar sini!"

Pak lurah menghentikan motornya dan melihat kanan kiri seperti was-was.

"Kalau gitu bapak pergi dulu, Dek Tana. Jangan lupa di makan rotinya ya!" kata Pak Lurah sambil menyalami tangan kanan Lantana dengan kedua tangan Pak Lurah.

Pak Lurah menyalakan lagi motornya dan melambaikan tangan pada Lantana.

Lantana meneruskan mengayuh sepedanya, ia merasa kelaparan melihat roti dari Pak Lurah di keranjang sepedanya. Ia memutuskan berhenti di pohon besar yang berada di pinggir jalan, lalu duduk di bawahnya untuk mengganjal perutnya dengan roti. Tak berapa lama, terlihat dodi yang juga sedang bersepeda.

"Tana!" sapa Dodi yang mengagetkan Lantana

"Sedang olahraga, Dodi?" Tanya Lantana basa - basi. Sebenarnya Lantana enggan bertemu dodi.

"Iya. Mumpung libur, olahraga dulu!" jawab dodi yang kemudian duduk di sebelah Lantana.

"Sudah lama ya tidak bertemu sejak kamu pindah kerja. Bagaimana kabarmu?" Tanya Dodi

"Aku baik." jawab Lantana dengan singkat tak ingin berbasa-basi lagi.

Hal itu tak menyurutkan Dodi untuk berbincang dengan Lantana, sementara Lantana hanya menanggapi perkataan Dodi dengan singkat dan anggukan sambil memakan rotinya.

Dodi tiba-tiba menggenggam tangan Lantana dan membuatnya mematung. "Aku merindukanmu, Tana!"

Dodi kemudian mengelus rambut Lantana dengan lembut. Hal itu sontak membuat Lantana kaget dan mencoba melepas genggaman tangan Dodi.

"Maaf Dodi, aku harus pergi." ucap Lantana setelah melepas genggaman tangan Dodi.

Tanpa menunggu kata dari Dodi, Lantana langsung berjalan menuju sepedanya dan pergi dari tempat itu.

"Apakah kita harus mengikuti Bu Lana lagi, Pak Bian?" Tanya Bima yang sedang memegang kemudi mobil yang sejak tadi mengikuti Lantana.

"Tidak. Aku senang dia masih seperti dulu, orang sok suci menjijikkan yang suka menggoda setiap lelaki!" jawab Bian sambil memandangi punggung Lantana yang sedang mengayuh sepeda.

"Sepertinya Bu Lana sudah banyak berubah." ucap Bima mengutarakan pendapatnya.

"Hanya penampilan, tapi sifatnya sama saja. Jika aku memberinya uang, dia pasti akan meninggalkan pekerjaan dia sekarang dan mengubah penampilannya seperti dulu lagi!" kata Bian

"Sepertinya itu tidak mungkin, Pak." ucap Bima. Tiba-tiba Bima merasa bersalah mengucapkan kata-kata itu.

"Kau mau bertaruh?" Kata Bian sambil tersenyum menyeringai. Bima hanya menghembuskan napas berat, tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada mantan istri atasannya itu.

LANTANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang