LANTANA (28)

20.1K 1.3K 6
                                    

Lantana menggeliat entah sudah berapa lama ia tertidur. Lantana melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 09.30, ternyata sudah menjelang siang. Ia merasa baru saja tertidur di dalam mobil, namun kini ia sudah berada di sebuah kamar.

Lantana masih ingat bahwa ini adalah kamarnya ketika dulu masih menjadi isti Bian, walaupun banyak interior yang sudah diganti.

Lantana melihat ponselnya yang menyala di meja dekat ranjang. Ia mengambilnya dan tertera nama Mira.

"Tana! Kau tak apa-apa kan!" Sapa Mira dari ujung ponsel.

"Aku baik-baik saja, Mira. Jangan khawatir!" jawab Lantana.

"Sekarang kamu dimana? Apa yang sebenarnya terjadi?" Terdengar Mira menahan isak tangis di ponsel.

"Akan aku ceritakan semua jika suatu saat kita bertemu. Sekarang aku tinggal di rumah mantan suamiku untuk sementara, aku sudah tidak punya tempat tinggal lagi!" jelas Lantana dengan ekspresi sedih.

"Kembalilah ke desa, Tana! Aku takut kau akan menderita lagi di sana!" pinta Mira.

"Tidak apa-apa aku tinggal di sini sementara. Jangan pikirkan aku, pikirkan saja bayi dalam kandungan mu ya!" ucap Mira.

Lantana lalu mematikan ponselnya. Ia menghembuskan napas perlahan karena mulai merasakan mual. Ia memutuskan ke kamar mandi.

Sesudah mandi, Lantana keluar dari kamarnya menuju meja makan. Di sana sudah tersedia berbagai masakan nasi, ikan, ayam, sayur dan jus jambu. Lantana memilih meminum jus jambu serta menggigit sepotong roti.

"Pagi Bu. Ibu tidak makan? Apa menunya kurang cocok?" Sapa seorang wanita paruh baya yang baru Lantana temui.

"Tidak. Saya hanya belum lapar."

"Perkenalkan, saya Ratna. Saya asisten rumah tangga yang bertugas memasak. Bu Lana ingin makan apa? saya akan memasaknya. Kalau ada yang kurang dengan kebersihan rumah, nanti Bu Atik yang akan mengurusnya." ucap Bu ratna memperkenalkan diri.

"Salam kenal, Bu Ratna. Saya tidak pilih-pilih makanan, apa saja terserah Bu Ratna." ucap Lantana. Kelihatannya Bian sudah mengganti para asisten rumah tangga di rumahnya. Lantana nampak asing dengan mereka semua.

Sore hari, Lantana memutuskan berjalan ke halaman rumah, terlihat beberapa bunga yang baru ditanam.

"Mimpi apa Bian tiba-tiba menanam bunga di tamannya." ledek Lantana dalam hati.

"Selamat sore Bu Lana!"

Terdengar suara Bima dari belakang. Lantana memutar badannya, terlihat Bima yang sedang membawa dokumen di tangannya.

"Silahkan Bu Lana menandatangi ini!" ucap Bima sambil menyerahkan sebuah berkas kepada Lantana.

"Apa ini? Terakhir aku menandatangi dokumen, semua harta peninggalan Ayahku disita!" gerutu Lantana sambil berjalan ke arah ruang tamu.

"Ini lain lagi, Bu. Silahkan di baca dulu, sekarang Pak Bian masih ada rapat dengan klien. Pak Bian hanya berpesan agar Bu Lana secepatnya tandatangan!" jelas Bima.

Lantana mengambil berkas di depannya lalu membaca dengan seksama isi berkas tersebut.

"Apa ini? Pernikahan? Bian ingin rujuk? Apa yang diinginkannya? Ingin anak ini? Setelah itu apa? Dia akan membuang ku lagi?" Ucap Lantana dengan bibir gemetar menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Saya hanya melakukan pekerjaan saya, Bu. Sebaiknya Bu Lana membicarakannya dengan Lak Bian." kata Bima

"Percuma berbicara dengan Bian, dia akan melakukan berbagai cara agar semua keinginannya terwujud. Baiklah, akan aku tandatangani, setidaknya ketika anakku lahir, dia akan memperoleh kehidupan yang layak meskipun aku akan akan berpisah darinya." kata Lantana sambil menandatangani berkas itu. Tak terasa air matanya jatuh.

"Baiklah Bu. Saya akan menyampaikan pada Pak Bian dan segera menyiapkan acara pernikahannya."

Bima kemudian pamit pergi, meninggalkan Lantana yang termenung sendiri. Kepala Lantana seperti di hantam batu besar, seolah-olah takdir baik sama sekali tidak berpihak padanya.

"Setidaknya kamu akan mempunyai kehidupan yang lebih dari pada ibumu ini, Nak!" ucap Lantana sambil mengelus perutnya yang masih rata.

LANTANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang