Lantana menggerakkan jarinya, ia mencoba membuka matanya walaupun sangat sulit. Ia merasakan pusing dan sakit di seluruh tubuhnya. Ia mencoba bangun dan mendapati dirinya ditempat asing yang sepertinya hotel. Ia melihat sekeliling sambil mengingat-ingat apa yang telah terjadi.
Lantana melihat dirinya bertelanjang bulat di bawah selimut. Dia merasakan rasa yang amat sakit di daerah intimnya. Seketika ia menyibak selimut yang membungkusnya dan menemukan banyak darah yang menempel di sprei berwarna putih itu. Ia sadar apa yang sudah terjadi dan seketika menangis dengan keras sambil memaki nama Bian.
"Kamu memang brengsek, Bian! Dasar bajingan! Apa yang sudah kau lakukan padaku! Brengsek!" Lantana menangis sampai sesak.
Tak berapa lama, Lantana merasakan mual dan nyeri pada perutnya. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 09.00, Ia melihat sekitarnya dan menemukan cek yang di bawa Bian tadi malam, berada di samping tasnya di atas meja kecil dekat ranjang hotel. Ia juga mendapati bajunya tergeletak di lantai. Dengan sisa tenaganya, ia memutuskan mengambil baju itu dan pergi ke kamar mandi.
Ia menatap sekujur tubuhnya yang penuh dengan tanda berwarna merah. Lantana menangis sesenggukan, entah apa yang terjadi tadi malam ia tidak dapat mengingatnya. Yang ia ingat, Bian adalah penyebab semua ini.
Perut Lantana semakin sakit. Setelah memuntahkan semua cairan yang ada dalam perutnya, dengan cepat ia memakai bajunya. Ia mengikat bajunya yang sobek dan mengambil handuk untuk menutupi bagian tubuhnya yang terbuka lalu segera keluar dari kamar itu.
Saat ini Lantana merasa sudah tidak kuat lagi kerena perutnya semakin sakit. Badannya terhuyung sehingga ia jatuh di depan pintu hotel. Pandangannya terasa buram, perutnya semakin sakit, akhirnya ia tak sadarkan diri.
**
"Lana, kau sudah sadar?"
Lantana menoleh melihat kearah sumber suara, kepala masih sangat pusing.
"Pak Danu!" Lantana memekik dan menangis melihat Pak Danu, sopir Ayahnya dulu.
"Istirahat saja, kamu belum benar-benar pulih!" kata Pak Danu sambil membantu agar Lantana bisa duduk bersandar di bantal.
"Bapak apa kabar?"
"Kabar Bapak baik, Lana. Dari dulu Bapak mencari mu tapi tidak pernah ketemu. Sekarang kamu tinggal dimana, Nak?" Tanya Pak Danu.
Pak Danu melihat Lantana dengan rasa kasihan. Perempuan dulu yang sangat dimanja oleh Ayahnya dan hidup bergelimang harta, sekarang terlihat lebih kurus dengan tampilan yang sederhana.
"Bapak tidak usah khawatir, Saya sekarang tinggal di desa bersama teman saya. Saya datang ke kota ini untuk mengunjungi makam Ayah." jawab Lantana berbohong, ia mencoba tersenyum menyembunyikan kesedihannya.
"Perutmu masih sakit? Kamu habis minum alkohol?" Tanya Pak Danu dengan hati-hati.
"Saya salah beli minuman kaleng, Pak. Saya kira ambil yang tidak mengandung alkohol, eh ternyata saya salah ambil yang ada kandungan alkoholnya. Alhasil perut saya sakit sekarang." jawab Lantana meyakinkan Pak Danu bahwa ia sedang baik-baik saja.
Pak Danu sebenarnya tahu bahwa Lantana sedang tidak baik-baik saja, melihat kondisi tubuhnya yang penuh dengan bercak merah dan bajunya yang robek.
"Terima kasih, Pak Danu sudah menolong saya!" ucap Lantana dengan tulus
"Kebetulan tadi Bapak mengantar penumpang dari Bandara menuju ke Hotel tempat kamu pingsan.Bapak sekarang jadi sopir di Bandara. Untung waktu itu Bapak mengenalimu." jelas Pak Danu
"Ini Bapak bawakan makanan dan baju ganti untukmu!" kata Pak Danu menunjuk sebuah kresek di meja dekat ranjang rumah sakit.
"Terima kasih, Pak Danu selalu baik sama Lantana. Bapak pulang saja, pasti anak dan istri Pak Danu sudah menunggu di rumah!" kata Lantana
"Kamu tidak apa-apa kan sendirian?" Tanya Pak Danu.
"Tidak apa-apa, Pak!" ucap Lantana meyakinkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANTANA
General FictionAda yang berkata bahwa kehidupan itu seperti roda dan kita tidak tahu kapan roda itu akan berputar. Seperti kisah Lantana, wanita cantik yang dulunya hidup bak putri kerajaan. Dan tiba - tiba hidupnya berubah seperti yang tidak Ia bayangkan sebelumn...