Sudah hampir seminggu sejak kedatangan Paman Lantana, ia hanya menjadi pemurung. Banyak sekali yang ia pikirkan, terutama tentang suaminya. Sampai saat ini, ia tak bisa menghubungi bahkan menemui Bian.
Dari jendela kamarnya di lantai atas, Lantana memandangi taman di depan rumahnya yang indah penuh dengan bunga warna -warni yang ia tanam sendiri ketika Ayahnya masih hidup. Sebenarnya menanam bunga, buah, sayur adalah salah satu hal yang Lantana sukai. Tapi ketika menjadi seorang istri, ia tak pernah bisa melakukan hal yang disukainya itu di rumah Bian. Karena suaminya akan segera menyuruh orang untuk mencabuti semua yang Lantana tanam di rumah itu.
Lantana melihat sebuah mobil hitam masuk gerbang rumahnya, yang ia tahu itu adalah mobil Bian. Ia segera berlari dengan senang menuruni tangga.
"Bima!" ucap Lantana dengan senyum yang menghilang ketika mengetahui hanya Bima yang datang tanpa Bian.
"Ya, Bu Lana. Saya ingin membicarakan sesuatu dengan Bu Lana." ucap Bima dengan nada yang serius.
"Akhir-akhir ini aku tak bisa menghubungi Bian sama sekali." kata Lantana seraya menyuruh Bima duduk di ruang tamu.
"Maaf bu, saya harus menyampaikan ini." ucap Bima kemudian sambil mengeluarkan satu amplop coklat dari dalam tas nya lalu diberikan pada Lantana.
"Apa ini Bima?" Tanya Lantana penasaran seraya membuka amplop coklat itu dan mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalamnya. Lantana terkejut membaca isi dari kertas tersebut.
"Kenapa ini? Apa maksud Bian?!" Tangan Lantana bergetar memegang kertas itu dan memecahkan tangisnya.
"Maaf, saya hanya di suruh menyampaikan surat perceraian ini kepada Bu Lana. Tolong di tanda tangani. Semua akan di urus oleh pengacara yang sudah di tunjuk Pak Bian!" ucap Bima.
"Aku tidak mau!" Teriak Lantana sembari melempar beberapa kertas di tangannya.
"Bu Lana, tolonglah." kata Bima sambil mengambil kembali kertas yang berserakan di lantai. Bima hanya bisa memelas. Ia tahu bahwa wanita di depannya sudah banyak menderita karena atasannya.
"Aku masih sangat mencintai Bian!" isak Lantana.
Semua ini seperti neraka bagi Lantana. Di hari ulangtahun pernikahannya yang pertama, Ayahnya meninggal karena kecelakaan. Dan sekarang pun Bian menceraikannya.
"Maaf Bu, saya juga akan menyampaikan perkataan pak Bian. Bahwa perjodohan di antara Ayah Bu Lana dan Ayah Pak Bian sekarang sudah berakhir. Sebaiknya ibu menyetujui perceraian ini." ucap Bima dengan hati-hati.
"Perjodohan? Jadi selama ini aku menikah dengan Bian karena perjodohan orang tua kita?" tanya Lantana kepada Bima dengan terisak.
"Menurut cerita Pak Bian seperti itu. Sejak Ayah Pak Bian meninggal 4 bulan lalu, sebenarnya Pak Bian sudah berniat menceraikan Bu Lana." ungkap Bima.
"Kenapa Ayah tidak mengatakan apa-apa padaku? Ternyata apa yang aku lakukan selama ini sia-sia!" Lantana tak sanggup menghentikan air matanya yang sejak tadi menetes.
"Baiklah, aku akan tanda tangan surat perceraian ini!" kata Lantana akhirnya.
Ia mengambil bolpoin dan berkas yang diletakkan Bima di meja dan membubuhkan tanda tangannya pada kertas bermaterai tersebut.
Lantana menyerahkan kertas yang sudah ia tanda tangani pada Bima. Bima menerimanya dan memastikan lagi tanda tangan Lantana.
"Soal harta akan kita.."
"Aku tidak peduli tentang itu! Segera selesaikan karena aku akan melanjutkan kuliah di luar negeri!" Kata Lantana yang memotong ucapan Bima.
"Baik Bu Lana, akan saya sampaikan pada Pak Bian."
Sejak kepulangan Bima, Lantana hanya menangis di kamarnya. Bian sudah tak ingin menemuinya dan tak peduli padanya lagi, untuk apa mempertahankan pernikahan ini?
Lantana merasa menjadi wanita yang sangat malang. Ia sudah mencintai Bian sejak SMP. Bian yang merupakan siswa SMA, yang kebetulan berada dalam satu lingkup dengan SMP dimana Lantana bersekolah.
Setelah Lantana SMA, ia menjadi lebih dekat dengan Bian meskipun Bian melanjutkan kuliah di luar negeri. Bian terkadang pulang untuk membantu perusahaan Ayahnya. Karena Ayah Lantana dan Ayah Bian adalah rekan bisnis sehingga sering bertemu di pertemuan bisnis.
Sejak lulus SMA, Lantana menolak untuk melanjutkan belajarnya. Ia memilih menghabiskan waktu untuk mengejar Bian yang baru selesai dengan kuliahnya di luar negeri. Ia mengajak Bian sekedar makan siang bersama, ataupun menyuruh Bian mengantar berbelanja atau hanya sekedar ke bioskop, Bian tidak pernah menolak. Apa Bian hanya tak enak hati menolak karena Lantana adalah anak dari teman Ayahnya? Ataukah memang Bian telah jatuh hati pada Lantana. Pikiran itu yang membuat Lantana terus mengejar Bian agar Bian menjadi kekasihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANTANA
General FictionAda yang berkata bahwa kehidupan itu seperti roda dan kita tidak tahu kapan roda itu akan berputar. Seperti kisah Lantana, wanita cantik yang dulunya hidup bak putri kerajaan. Dan tiba - tiba hidupnya berubah seperti yang tidak Ia bayangkan sebelumn...