Hari ini Lantana memutuskan untuk mengunjungi kantor Bian, setelah Ia memasak untuk makan siang Bian.
Lantana memasak sayuran yang ia tanam sendiri di kebun belakang. Sekarang ia bebas menanam apapun di taman maupun halaman rumah itu, bahkan terkadang Bian membantu Lantana merawat bunga serta tanamannya.
Lantana menyuruh Pak Danu untuk mengantarnya ke Halim Group. Bian kini telah mempekerjakan Pak Danu sebagai sopir pribadi Lantana.
"Hai Mira," sapa Lantana melalui ponselnya.
"Tana! Sampaikan terima kasih ku pada suami mu! Sekarang suamiku bisa jadi pemasok hasil pertanian di PT Hansa Food!" Kata Mira yang sepertinya sangat bahagia.
"Sungguh? Aku tidak tahu hal itu. Aku turut senang, Mira!" Kata Lantana di dalam mobil yang dikendarai Pak Danu.
"Ya! Aku dengar, kau membangun rumah di ujung desa ya?" Tanya Mira.
"Rumah di ujung desa? Aku hanya meminta Bian untuk membelikan tanah yang aku impikan,"
"Ya! Tanah itu sedang dibangun rumah mewah. Dan kontraktor bilang rumah yang dibangunnya atas nama Lantana!" Jelas Mira.
Lantana sungguh tidak bisa berkata-kata lagi, seakan kebahagiaan datang bertubi-tubi. Dia berharap ini bukanlah mimpi. Apakah Bian sangat bersungguh-sungguh atas cintanya?
Mobil memasuki Halim Group. Pak Danu menurunkan Lantana di lobi perusahaan. Lantana masih mengingat betul dimana letak kantor Bian. Lantana segera menaiki lift menuju ruangan dimana Bian bekerja.
Ruangan tersebut terlihat sepi. Kemana perginya Bian? Batin Lantana. Lantana segera menaruh kotak makan di meja kerja Bian. Lalu ia meletakkan sebuah vas bunga kecil yang telah ia isi dengan rangkaian mawar yang ia petik sendiri di taman depan rumah.
Lalu Dia mengambil beberapa camilan coklat di tasnya.
"Apakah Bian masih suka makan coklat ketika bekerja? Aku akan simpan di lacinya saja," pikir Lantana.
Lantana membuka laci di meja kerja Bian. Ketika membuka laci, ia dikejutkan oleh foto dirinya yang sedang berciuman dengan Tommi, temannya sewaktu SMA. Dia mengambil semua foto-foto yang ada di laci Bian, dan satu per satu melihat foto-foto vulgar tersebut.
"Apa ini? Aku dengan Tommy? Apa yang terjadi?"
Lantana kebingungan dengan apa yang ia lihat. Ia kemudian melihat tanggal dalam foto tersebut, dan itu adalah hari dimana dia mengadakan pesta bersama teman-temannya sebelum menikah dengan Bian.
Lantana kemudian berlari keluar ruangan dengan membawa foto-foto tersebut untuk menemui Pak Danu di tempat parkir.
"Pak Danu, apa Bapak tahu tentang foto-foto ini! Apa yang sudah terjadi malam itu?" Tanya Lantana sembari menunjukkan foto-foto tersebut.
Pak Danu tidak segera menjawab. Dia menyilakan Lantana untuk masuk ke mobil dan menjelaskan semua yang terjadi malam itu. Dia tak bisa lagi menyembunyikan rahasia itu pada Lantana, karena Lantana juga berhak tahu apa yang terjadi padanya selama ini.
"Harusnya Ayah memberitahuku. Bagiku, ini seperti sebuah bom yang telah menghancurkan pernikahanku dan mimpiku."
Lantana tahu ia tidak seharusnya menyalahkan Ayahnya, karena ia tahu bahwa Ayahnya melakukan ini karena sangat menyayanginya.
"Lalu apa yang terjadi saat saya pertama kali mabuk, Pak?" Tanya Lantana pada Pak danu.
"Waktu itu kamu mengamuk dan berusaha bunuh diri jika tidak bisa menikah dengan Bian. Lalu Pak Wiguna memohon pada Pak Halim agar menikahkan kalian. Awalnya Pak Halim menolak, karena Bian sudah di jodohkan dengan wanita lain. Entah apa kesepakatan yang Pak Wiguna berikan, akhirnya Pak Halim setuju." Jelas Pak Danu.
Lantana mengambil napas dalam, ia merasa sesak mendengar dengan semua itu. Ia tak mengira jika sifat kekanakannya bisa membuat semua menderita. Termasuk Ayahnya dan juga Bian yang ternyata tidak pernah mencintai Lantana.
"Pak Danu, tolong antar kan saya ke pusat perbelanjaan yang tak jauh dari sini." Pinta Lantana.
Pak Danu pun melajukan mobilnya sesuai keinginan Lantana.
Sesampainya di pusat perbelanjaan di dekat Halim Group, lantana memutuskan keluar lewat pintu belakang agar tidak diketahui oleh Pak Danu. Kemudian ia memanggil taksi, dan mengarah ke rumah peninggalan Ayahnya.
Lantana memasuki rumah besar yang bercat putih. Rumah itu Masih sangat rapi dan bersih, karena Bian menyuruh orang untuk rutin membersihkannya.
Lantana mengeluarkan ponsel dari tas, lalu mematikan ponsel tersebut. Ia ingin sendiri sejenak dan tak ingin menemui siapa-siapa. Terlalu banyak benan yang seakan menghantamnya.
Lantana lalu menaiki anak tangga menuju kamarnya yang masih terawat bersih. Ia membaringkan badannya di kasur dengan sprei berwarna pastel favoritnya.
Lantana merasa bersalah pada Bian. Karena dirinya, Bian tak bisa bersama dengan wanita yang dicintainya.
Lantana masih ingat ketika Bian memeluk seorang wanita. Meskipun dulunya Lantana sering menghabiskan waktu bersama Bian, tapi tak sekalipun Bian memeluknya. Wanita itu terlihat dewasa dan pintar. Tidak sepertinya, wanita manja yang kekanakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
LANTANA
Fiction généraleAda yang berkata bahwa kehidupan itu seperti roda dan kita tidak tahu kapan roda itu akan berputar. Seperti kisah Lantana, wanita cantik yang dulunya hidup bak putri kerajaan. Dan tiba - tiba hidupnya berubah seperti yang tidak Ia bayangkan sebelumn...