LANTANA (34)

21.2K 1.1K 4
                                    

Saat menjelang sore, Lantana masih betah di dalam kamarnya. Ia sedang menikmati taman bunga di halaman depan rumah yang ia lihat melalui jendela kamarnya yang berada di lantai dua.

Entah sudah berapa banyak air mata yang ia keluarkan. Ia merasa sangat bersalah pada Ayahnya, juga pada Bian yang terpaksa menikahinya. Pantas saja setelah pernikahannya yang pertama, ia sering diabaikan oleh Bian. Bian lebih memilih menghabiskan waktunya untuk pergi ke klub malam dan bergonta-ganti wanita untuk menemani malamnya.

Sekarang Lantana tahu, semua itu karena Bian tidak mencintainya dan berusaha berpisah dengannya. Tapi karena keegoisan nya yang ingin bersama Bian, ia sama sekali tak menyadari itu.

Saat langit sudah gelap, Lantana bahkan tak beranjak dari tempatnya. Ia terjatuh pada pikirannya sendiri. Ia tak berani menampakkan mukanya pada Bian. Apa yang akan dia lakukan selanjutnya? Meminta maaf? Tentu saja ia akan meminta maaf pada Bian. Lalu apa?

Lantana tak bisa mengabaikan perutnya yang semakin melilit, karena sejak pagi ia hanya mengisi perutnya dengan roti bakar dan segelas susu. Ia memutuskan keluar rumah dengan berjalan kaki untuk pergi ke minimarket terdekat, hanya sekitar empat blok dari rumahnya.

Ia membeli beberapa mie instan, biskuit dan juga minuman kemasan. Ia berencana tinggal beberapa hari di rumah peninggalan Ayahnya, sampai ia siap bertemu lagi dengan Bian untuk meminta maaf. Ia masih terlalu malu untuk bertemu dengan suaminya.

Lantana menenteng kresek belanjaan setelah ia membayar di kasir. Kemudian ia kembali ke rumah, dan memasak mie instan. Aroma mie instan menguar, membuat perut Lantana semakin keroncongan. Baru saja hendak menyuap mie instan tersebut, Lantana dikejutkan seseorang yang tiba-tiba berada di dapur.

"Bian!"

Bian berjalan mendekati Lantana dengan membawa sebuah kantong kresek, dengan ekspresi yang sulit Lantana tebak.

"Jangan makan mie instan. Itu tidak sehat, makanlah ini!"

Bian menyingkirkan mie instan yang berada di depan Lantana, lalu menggantinya dengan beberapa makanan yang telah ia keluarkan dari kantong kresek yang dibawanya.

Lantana mengamati beberapa macam makanan yang dibawa oleh Bian. Ia melirik ke arah Bian yang saat ini sedang duduk di depannya. Entah darimana Bian mengetahui jika Lantana berada di rumah ini. Terlalu cepat bagi dirinya untuk bertemu dengan Bian, sehingga ia tak bisa mengatakan apapun.

"Ayo makanlah, Lana."

Lantana tersadar dari lamunannya. Bian mengulurkan tangannya dengan sendok yang berisi nasi dan daging untuk menyuapi Lantana. Lantana dengan ragu membuka mulutnya lalu mengunyah makanan tersebut.

"Kamu mau apel? Biar aku yang mengupasnya. Kamu lanjutkan makan saja."

Bian lalu mengambil apel yang baru saja dibeli oleh Lantana. Ia mencuci apel tersebut, lalu mengupasnya untuk Lantana. Sementara Lantana dengan lahap menghabiskan makanan yang di depannya karena sudah kelaparan sejak tadi.

Lantana beranjak mencuci piring setelah ia menghabiskan makanan yang dibawa Bian. Sementara Bian sedang lahap menikmati mie instan buatan Lantana tadi. Lantana merasa bersalah karena telah menghabiskan semua makanan itu sendiri, sementara Bian terlihat belum sempat makan malam.

Kini Lantana merasa canggung. Saat ini mereka berdua sedang berada di kamar Lantana. Setelah membereskan sisa makanan, Lantana memutuskan pergi ke kamarnya agar ia tidak bertemu dengan Bian lagi. Tapi tak disangka, Bian malah mengikutinya.

Kali ini, Bian sedang memperhatikan Lantana yang baru saja keluar dari kamar mandi dan masih menggunakan baju handuk.

"Kau bisa keluar dulu, aku mau berganti pakaian." Ucap Lantana pada Bian yang sedang duduk di ranjang Lantana.

"Ganti saja. Untuk apa malu dengan suami sendiri."

Sontak hal itu membuat wajah Lantana menjadi merah karena malu. Ia berjalan menuju arah Bian, dan duduk di sebelahnya. Lantana bertekad untuk meminta maaf dan meluruskan segalanya, sehingga ia tak ada beban lagi.

"Aku minta maaf," ucap Lantana dengan tulus.

Bian menaikkan alisnya, "minta maaf? Untuk apa?"

"Maaf, karena dulu Ayahku sudah memaksamu untuk menikahi ku. Harusnya kamu menikah dengan orang lain. Bukan denganku, wanita manja yang tidak bisa apa-apa." Kata Lantana sambil menunduk, tidak berani menatap mata Bian.

"Aku sudah mendengar semua dari Pak Danu. Entah perjanjian apa yang sudah dibuat oleh Ayahku, sehingga berhasil membatalkan perjodohan mu dengan wanita lain." Imbuh Lantana.

Bian lebih mendekatnya tubuhnya pada Lantana, sehingga tidak ada jarak lagi diantara mereka. Kemudian Bian mengangkat wajah Lantana, sehingga kedua netra Lantana bertatapan dengan Bian.

"Aku yang meminta Ayah agar kita bisa menikah." Ucap Bian lembut.

Hal tersebut membuat Lantana kebingungan.

"Ya. Awalnya ayah berencana menjodohkan aku dengan wanita lain. Tapi setelah Ayahmu datang ke rumah dan memintaku menikahi mu, aku meminta restu pada Ayah untuk menikahi mu dan mengatakan bahwa aku mencintaimu. Ayah setuju dan membatalkan rencana perjodohan itu." Jelas Bian sambil menggenggam tangan Lantana.

"Benarkah itu?" Tanya Lantana seakan tak percaya.

"Tentu saja, Lana! Kau pikir selama ini aku tak mencintaimu? Jadi kau seenaknya pergi dan mematikan ponselmu! Kau tahu, aku mencari mu kemana-mana seperti orang gila! Beruntung Bima mengecek transaksi rekening mu, sehingga tahu kalau kamu baru saja membeli barang di minimarket dekat rumah ini!" Bian terlihat emosi.

Lantana tidak mengatakan apa-apa, ia hanya mencoba menahan menangis karena merasa bersalah pada suaminya itu.

LANTANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang