34-Penyesalan

2.8K 132 0
                                    

Baca part ini sambil putar lagu ana uhibbuka fillah 🎵

•••••

•••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••••

Alif berlari tergesa-gesa menuju rumahnya ketika tahu kebenarannya. Saat sampai di depan pintu laki-laki itu mendorongnya keras "HABIBATI!" Panggilnnya keras namun tak ada jawaban. Ia berharap permintaan maafnya kepada Arumi tidak terlambat.

"Fisha..." Teriak Alif sambil mengelilingi rumah. Tak ada Arumi di mana-mana. Alif menyugar rambutnya frustasi "Allah" Gumamnya dengan nada lirih.

Alif menarik nafasnya dalam. Mulai melangkah kedalam kamar, semoga saja istrinya itu ada di dalam sana "Fisha?" Keadaan kamar kosong, persis seperti saat terakhir kali ia memasuki kamar ini.

Alif kemudian berjalan ke arah ranjang, mendudukkan dirinya disana. Sejenak merenung memikirkan apa yang sudah ia perbuat. Apakah ia benar-benar sudah terlambat?

"Maafin mas habibati hiks... Maaf udah gak percaya sama kamu"

"Mas Alif percaya fisha yang udah bunuh Ayana?"

"Percaya sama fisha mas, bukan fisha yang---"

"KAMU PEMBUNUH ARUMI, KAMU YANG BUNUH AYANA,"

"KALAU SAMPAI AYANA KENAPA-KENAPA, AKU GAK HAHH!!"

Alif mendekap foto pernikahannya dengan Arumi "Maafin mas... Maaf" Hanya gumaman itu yang bisa ia ucapkan.

"Harusnya mas percaya sama kamu bukan malah gini..."

Alif membuka perlahan laci nakas, disana ia mendapati sebuah buku diary bersampul biru laut dan sebuah kamera milik Arumi. Alif mengeluarkan itu semua dari laci kemudian menyimpannya di atas nakas. Ia lebih dulu membuka buku diary itu.

Saat menariknya benda kecil berbentuk persegi jatuh dari dalam buku. Alif mengerutkan keningnya, benda apa itu?

Dengan tangan gemetar laki-laki itu mengambil benda yang terjatuh di dekat kakinya mengangkatnya tepat di depan wajahnya.

Lagi-lagi air matanya tak dapat di bendung. Rasa penyesalannya makin menyeruak hatinya. Dengan tekat yang kuat Alif mulai membuka buku diary Arumi. Membuka lembar demi lembar halaman dari buku itu.

Haloo ayah... Kakak udah hadir di perut bunda loh.. ayah seneng gak? Pasti seneng kan, iya dong?!

Selamat jadi ayah habibi...tenang aja, anak kita gak bakal aku bunuh kok kayak kata kamu. Dia anak aku juga hihi

Salam dari Arumi, si pembunuh:)

Rasa penyesalannya semakin mendalam di hatinya. Seharusnya di saat-saat seperti ini ia bersama dengan Arumi, namun apa yang ia lukakan ia malah tidak mempercayai istrinya sendiri.

Mendadak Ning (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang