35. Marahnya Altaf

3.2K 145 3
                                    

••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

••••

Arumi berjalan tertatih dengan air mata yang terus mengalir di pipinya. Tujuannya saat ini hanya satu, tempat berpulangnya selain Alif. Rumahnya dahulu.

Lagi-lagi Arumi tak dapat membayangkan akhir dari rumah tangganya yang berada di ujung tanduk. Dalam benaknya Arumi bertanya-tanya mengapa hubungannya dengan Alif berakhir demikian? Apakah salahnya di masa lalu sampai ia harus mengalami hal yang semacam ini?

Dikatakan pembunuh, tidak dipercaya oleh suaminya sendiri, dan berakhir diusir karena tak sudi melihat wajahnya lagi.

Saat telah sampai didepan rumah tempat tumbuhnya Arumi mengangkat tangannya mengetuk pelan pintu kayu bewarna coklat tersebut didepannya.

Dua tiga kali Arumi mengetuk tak ada balasan. Arumi menghela nafas lelah. Sudah tahu jawabannya pasti sang kakak sedang tertidur.

Arumi berjalan pelan kearah anak tangga teras. Memandang langit dengan pandangan yang sulit diartikan. Tangannya mengelus pelan perut ratanya seraya bergumam pelan. "Baik-baik didalam ya sayangnya bunda. Kita bisa tanpa ayah"

"Siap---Arumi?" Altaf dengan alis terangkat berjalan pelan mendekati perempuan yang masih belum sadar dari lamunannya. Altaf menyentuh pelan pundak Arumi membuat sang empu terkejut.

"Ab-bang.." Lirih Arumi menoleh menatap Altaf yang berdiri disampingnya.

Arumi langsung memeluk erat Altaf menyembunyikan wajahnya di pelukan sang kakak.

"Lo kenapa nangis gini rum? Alif mana?" Altaf celingak-celinguk mencari keberadaan Alif di sekitar Arumi. Namun yang dilihatnya hanya ada adiknya seorang diri.

Altaf mengelus punggung adiknya menenangkan.

Arumi tak menjawab membuat Altaf berspekulasi sendiri. Laki-laki itu menahan amarahnya "Bilang sama gue kenapa?!" Altaf menarik Arumi agar perempuan itu menatapnya. Di lihatnya mata adiknya yang begitu bengkak karena menangis

"Mas Alif-- d-dia..."

"Arumi?!" Altaf terkejut ketika Arumi lemas di pelukannya. Altaf membawa Arumi kekamarnya.

Melihat wajah Arumi yang begitu pucat, Altaf meletakkan tangannya di kening Arumi. Panas. Altaf menghembuskan nafasnya kasar. Laki-laki itu berjalan kearah dapur mengambil sebuah kompresan.

Dengan khawatir Altaf mengelus sayang puncak kepala Arumi. Bertanya-tanya dalam benaknya hal yang sudah menimpa Arumi sampai seperti ini.

Tak lama mata itu mulai mengerjap pelan. Baru saja membuka mata Arumi sudah di suguhi wajah Altaf yang kembali membuatnya menangis.

Altaf semakin bingung, ia memeluk Arumi mengusap kepala belakang adiknya itu "Kenapa dek?" Tanyanya dengan nada lembut.

Arumi kemudian menjelaskan semua apa yang di alaminya. Bukan bermaksud untuk membuka aib suaminya sendiri, hanya saja Arumi tidak sanggup menahan beban ini sendiri yang membuatnya stres. Dan yang pasti itu berpengaruh pada janinnya.

Mendadak Ning (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang