22-Sakit perut

2.9K 127 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

💜Jangan lupa vote dan komen yaaa
🖤 Jangan jadi silent readers !

💜Jangan lupa vote dan komen yaaa🖤 Jangan jadi silent readers !

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


•••••

Sesampainya di rumah Arumi langsung mengambil mangkok dan menyajikan seblaknya di sana. Perempuan itu celingak-celinguk mencari seseorang. "Kayaknya mas Alif belum pulang deh" gumam Arumi.

"Bismillah, pasti enak banget ini heheh" Arumi sudah ngiler melihat tampilan seblak yang begitu menggugah seleranya.

Di suapkannya sendok berisi kuah seblak itu kedalam mulutnya. Dan seketika matanya melotot lebar.

"Pedas banget gila huh" Arumi menatap nanar seblak yang baru sesendok dimakan itu "Sayang banget kalau di buang, gak papa deh daripada kebuang. Insya Allah gak bakal kenapa-kenapa" dengan perasaan yakin Arumi kembali menyuapkan seblak itu ke mulutnya

Satu mangkok tersebut sudah akan habis karna ia makan, tidak sia-sia juga rasa seblaknya memang sangat enak. Di sela-sela makannya Arumi mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir karena seblaknya ini.

Tiba-tiba sesuatu yang aneh terjadi di perutnya "Kok perut gue sakit banget ya, shh ya Allah" Arumi langsung berlari ke kamar mandi menuntaskan hajatnya.

Tak sekali saja Arumi bahkan bolak balik masuk kedalam kamar mandi, "Ya Allah sakit banget, gak sanggup lah" Arumi menyerah.

"Fisha...eh ya Allah kenapa?" Tanya Alif yang baru saja sampai di depan pintu melihat Arumi yang tak berdaya duduk di lantai depan kamar mandi. Ada apa dengan istrinya ini.

"S-sakit. Perut fisha sakit hiks" Mengenyampingkan rasa sakitnya, Arumi lebih takut jika Alif akan memarahinya.

"Kenapa, kok bisa? Habis makan apa?" Terlihat wajah Alif khawatir.

Arumi menunjuk ke meja makan "Habis makan seblak"

Meninggalkan Arumi, Alif berjalan menghampiri mangkok seblak itu, menyuapkan sesendok kuah kedalam mulutnya "Ya Allah ini pedes banget, siapa yang suruh makan ginian?!" Segera alif menatap Arumi yang sudah menunduk disana.

"Fisha jawab mas!"

"Perut fisha sakit mas, mas Alif jangan ngomel-ngomel mulu deh. Sakit nih! Hiks..."

"Kan jadi susah sendiri, makanya kalo udah tau nggak baik ngapain dimakan" Alif terus saja mengomel.

"Aaaa sakit, mas Alif mah... hiks ini ya Allah sakit banget. Mati aja lah!"

"Heh!" Alif menghampiri Arumi membawa perempuan itu ke gendongannya.

"Makanya jangan bandel" ucap Alif tegas tapi dalam hatinya ia begitu khawatir akan keadaan Arumi.

"Hiks... Sakit"

Alif ikut merasa iba mendengar rintihan Arumi, ia membawa Arumi ke kamar membaringkan perempuan itu di ranjang.

"Angkat bajunya!" Titah Alif tiba-tiba

"Eh?" Arumi terbelalak kaget mendengar permintaan Alif, apa ini?

"Kenapa? Mas cuma mau kasi minyak angin doang"

Arumi menggaruk kepalanya sambil menyengir, padahal ia sudah memikirkan hal yang iya-iya. Arumi menarik kaosnya sedikit keatas, untungnya ia hanya memakai rok dan kaos saja, jika memakai gamis sudah di pastikan itu akan mempersulit dirinya sendiri sekarang.

"Gimana udah enakan?" Tanya Alif setelah mengoleskan minyak angin di perut Arumi.

Arumi hanya mengangguk lemah, tenaganya benar-benar terkuras hanya karena harus bolak-balik kamar mandi.

"Yaudah gih, tidur, mas mau beresin yang di bawah dulu" Alif kemudian beranjak namun tangannya di cekal oleh Arumi membuatnya kembali menoleh dengan alis terangkat.

"Nanti aja, temenin fisha disini"

Meski suara Arumi kecil, Alif masih bisa menangkap apa yang dikatakan istri kecilnya itu. Alif kembali duduk di samping Arumi mengelus perut rata milik Arumi "Lain kali jangan makan pedes lagi ya?"

Arumi mengangguk lemah "Iya kapok deh"

"Emangnya tadi kenapa di makan kalo pedes banget?"

"Sayang kalau di buang hehe yaudah fisha makan aja"

Alif menggelengkan kepalanya mendengar alasan konyol Arumi "Na'am habibati, tapi kalo hal itu justru bahayain diri kamu sendiri mending gak usah di makan"

"Paham kan?" Lagi dan lagi Arumi mengangguk mengiyakan saja.

Alif mendekat, melayangkan kecupan di wajah Arumi. Bukan di kening, melainkan dibibir membuat Arumi yang tadinya memejamkan mata sekarang melotot lebar "Kok di bibir sih? Biasanya orang itu kalo lagi sakit, keningnya yang di kecup"

"Lah itu aturan dari mana?" Tanya Alif sambil tertawa, ia tidak sanggup melihat wajah gemas milik istrinya.

"Ishh sebel"

Bukannya meminta maaf Alif malah mengecup semua inti wajahnya membuat Arumi semakin terkejut "Mas Alif ih!"

"Haha maaf-maaf gemesin sih!"

Arumi memutar bola matanya jengah, tapi entah kenapa rasa sakitnya sedikit berkurang "Wong lagi sakit juga malah dimodusin!"

"Modus sama istri mah gak papa, dapet pahala malah"

Tangan Alif bergerak membelai rambut Arumi yang menutupi wajahnya "Yaudah sekarang fisha bobo ya? Pasti dedeknya mau tidur nih, umahnya nakal sih makan makanan pedes"

"Mas Alif ih! Gak jelas banget sumpah"

"Haha gak papa, siapa tau aja emang anak kita ada disini" Tunjuknya pada perut Arumi.

"Gak, fisha lagi dapet"

Alif mengangguk paham "Yowes ndak papa bisa usaha lagi nanti"

"Heh! Mas Alif sana aja deh, bukannya tidur mas Alif malah ajakin fisha ngomong, mana omongannya gak bisa di filter lagi"

Alif semakin tertawa dibuatnya "Bercanda sayang, sekarang ayo tutup mata mas elusin perutnya"

Seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya, lebih baik Arumi menutup mata saja daripada harus mendengar ejekan Alif lagi karena pipinya yang memerah.

Arumi mulai memejamkan matanya menikmati elusan di perutnya, ini membuat rasa sakitnya sedikit berkurang. Matanya memang tertutup tapi pikirannya melayang kemana-mana memikirkan kejadian yang baru saja menimpanya.

'Apa mungkin Yumna salah pesen ya seblaknya? Gak mungkinkan Yumna sengaja?'

"Udah tidur, mikirin apasih?" Alif tahu Arumi belum tidur sepenuhnya karena bulu mata perempuan itu masih bergerak-gerak sedari tadi.

"Ini udah mau tidur"

Alif terkekeh pelan melihat Arumi yang berbicara dengan mata tertutup.

"Nyanyiin buat fisha!" Pinta arumi dengan mata yang ditutup.

"Mau dinyayiin apa?"

"Eumm mas hafal lagunya Upin-upin yang bunyinya gini 'Tanam-tanam ubi tak perlu di baja' yang itu. Tau gak?"

Bersambung....

Mendadak Ning (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang