31

7 1 3
                                    


"Jadi.. dia adalah Putera Mahkota Arkasena yang dijadikan target setelah mendiang Raja Armara dan kau adalah pengawal pribadi Putera Mahkota yang selamat?" Atthar menundukkan kepalanya. 

Ekspresi khawatir dan juga panik terlihat di wajah Emilia yang hanya bisa terdiam. Emery dan Cakra kini saling memandang kebingungan. 

"Apa kau yakin putraku adalah Putera Mahkota Arkasena? Apa kau bisa membuktikannya?" 

Emilia hendak protes pada Emery namun segera dijawab langsung oleh Atthar. 

"Kudengar Putera Mahkota..maksudku Tuan Arfan menyimpan sebuah sapu tangan dengan motif kupu-kupu. Silahkan Tuan cari tahu bahan sapu tangan itu" 

"Sapu tangan?" Atthar mengangguk kemudian menyerahkan sebuah lipatan kertas pada Emery.

Emery mengambil lipatan kertas itu dan membukanya. Sebuah tulisan mengenai sebuah puisi yang belum selesai.

Tulisan yang begitu rapi dengan goresan tinta yang sempurna.

"Ini adalah tulisan terakhir Putera Mahkota yang belum selesai. Jika Tuan meragukan sapu tangan itu, cobalah untuk memintanya menulis dan cocokkan dengan tulisan ini. Tidak ada yang bisa menyamai ataupun meniru tulisan Putera Mahkota bahkan mendiang Raja sekalipun"

Emery dan Emilia saling menatap satu sama lain.

                              *****

Mira melangkah masuk setelah terdiam begitu lama di depan rumah yang disiapkan oleh Danurdara.

Tepat setelahnya, Sena langsung berlari sembari memeluk Mira. 

"Aku harus bagaimana Mira?! Apa yang harus kulakukan?.." Tanya Sena di sela isak tangisnya.

Mira terdiam tidak menjawab pertanyaan Sena namun balas memeluk Nonanya itu sambil mengelus punggungnya.

"Aku memang belum ingat sepenuhnya.. tapi aku ingat kalau aku sudah pernah berjanji pada seseorang.."

'Nona..'

"Dan sekarang hatiku bergetar karena orang lain..bukankah itu melanggar janji? Tapi.. Aku tidak bisa membohongi perasaanku Mira..."

                              *****

Erika hendak meminta izin untuk masuk ke ruangan Agraria yang rupanya sudah diketahui olehnya.

"Masuklah Nak" Ucap Agraria mempersilahkan Erika masuk dan menatapnya sedikit khawatir.

"A..ayah.. aku.."

"Kemarilah.."

Erika pun mengangguk dan duduk di hadapan Agraria. Kedua matanya menelisik tatapan Ayah angkatnya.

"Ayah baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir Erika.."

"Ayah tahu.." Agraria tersenyum sambil mengangguk.

"Ekspresi wajahmu yang mengatakannya dengan jelas pada Ayah" Ada rona merah di wajah Erika karena ketahuan jika ia mengkhawatirkannya.

Lalu Agraria mengulurkan kedua tangannya mengisyaratkan Erika agar mendekat ke mejanya.

Erika dengan hati-hati bergerak mendekat dan menaruh tangan kanannya di atas tangan Agraria yang segera digenggam dengan penuh kasih sayang.

"Kau jangan khawatir tentang masalah itu. Jika kau tidak ingin melakukannya maka tidak akan melakukannya. Begitupun sebaliknya.. Ayah tidak mau putri Ayah harus menjalani sisa hidupnya dengan keterpaksaan dan penderitaan"

Perkataan Agraria membuat kedua mata Erika berkaca-kaca.

"Ta..tapi.. kudengar Selir Agung.."

"Ayah baik-baik saja, Nak. Tidak ada yang bisa menyakiti Ayah ataupun kau. Ayah akan berusaha melindungimu dan mendukung apapun keputusan yang kau ambil"

[FFS SERIES] "US"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang