GURUKU KAMU

76 7 22
                                    

"Matematika dan fisika itu ilmu pasti, dan kamu adalah satu-satunya ketidak pastian yang aku sukai."

~Arkhi Izzaddin Khaliq

Arkhi berjalan menyusuri jalanan sekolah yang sepi.Tadi, Kala lebih dulu berlari meninggalkannya saat acara usai. Dengan berbagai alasan, Kala mencegahnya untuk bertemu Dheva. Berulang kali ia meyakinkan Kala, tapi sia-sia. Bahkan tawaran untuk mengantar gadis itu sampai gerbang saja ditolak mentah-mentah oleh gadis itu. Dalam diamnya, Arkhi merasa alasan Kala adalah alasan yang dibuat-buat.

"Padahal saya hanya ingin berkenalan dengan ayahnya." Gerutu Arkhi.

Sedari tadi, laki-laki itu terus bergumam sendirian. Dengan kedua tangan yang memegangi tali gendongan tas ranselnya, Arkhi terus menendangi kerikil-kerikil kecil sepanjang jalan yang ia lalui.

Kenapa Kala begitu tertutup padanya?

Kenapa Kala tidak bercerita apapun tentang kehidupannya?

Apa Arkhi tidak cukup untuk menjadi rumah untuk Kala?

Kenapa?

Arkhi memejam seraya menggelengkan kepalanya cepat, "Sudahlah, mungkin Kala punya alasan yang saya tidak tau. Yang jelas, dia sudah aman bersama ayahnya."

"WOY!!"

Arkhi terperanjat saat Zahdan tiba-tiba mengejutkannya dari belakang. Raut wajah yang tadi sangat masam itu ia paksakan tersenyum. Maklum, terkadang Zahdan sangat kekanakan, mungkin karena kurangnya perhatian yang ia dapatkan dari rumah. Padahal, di usia sekarang, harusnya ia mendapat perhatian penuh dari keluarga.

"Asem banget muka lo? Kenapa lagi?" Zahdan merangkul pundak Arkhi. Dengan raut wajah cengengesan, Zahdan tidak merasa bersalah sama sekali.

"Nggak papa, ngantuk sama capek saja." Balas Arkhi menutupi kenyataan.

Zahdan mengangkat alis kirinya, "Serius?"

"Iya..." jawab Arkhi singkat.

"Ya udah sih, nggak usah marah."

Suara hembusan nafas Arkhi terdengar frustasi. Laki-laki itu lantas tersenyum. Untunglah ia memiliki stok kesabaran yang cukup untuk persediaan menghadapi Zahdan. Kalau tidak, mungkin Arkhi akan melahapnya saat itu juga.

"Btw, Lo udah beli drafting tube?" Tanya Zahdan dipertengahan jalan.

Arkhi menoleh, "Belum, mungkin akhir bulan. Sekalian nunggu gajian." Ucapnya.

"Anjir, lo-"

"Shttt, jangan ngomong kasar." Arkhi memotong kalimat Zahdan. Laki-laki itu sangat sensitif. Ia sangat risih mendengar kalimat-kalimat kasar yang seharusnya bisa dikontrol. Arkhi rasa, teman-temannya sudah cukup dewasa untuk bisa memilah hal sekecil ini.

"Siap, ustadz." Balas Zahdan seraya bersikap hormat di hadapan Arkhi.

"Eh tapi Pak Cakra minta kita beli rotring juga, Bro. Gue jadi bingung bakal beli pakai duit mana lagi." Sambungnya. Wajah Zahdan berubah lesu. Selama ini, ia sudah cukup terpontang-panting dengan urusan sekolah, organisasi dan kerja part time yang ia ambil.

MEZZANINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang