"Fokus pada diri sendiri dan lakukan yang terbaik."
-Arkhi Izzaddin Khaliq
********
Arkhi bergegas turun dari mobil setelah sampai di depan hotel tempat ia menginap dua hari kedepan. Laki-laki itu tampak meringis membawa tas ransel dan sebuah koper berisi buku dan beberapa pakaiannya. Lelah setelah perjalanan panjang dan tes tulis hari ini cukup menguras tenaga. Ya, karena beberapa hal, peserta OSN dari SMK Gema Mahardika tidak sempat mengikuti kegiatan karantina hari pertama.
Dari SMK Gema Mahardika, hanya tiga peserta yang lolos. Arkhi di bidang Fisika, Lala di bidang Informatika/Komputer, dan Billy di bidang Biologi. Dengan didampingi Pak Cakra, Arkhi berjalan menuju lift untuk mencari ruang kamarnya.
"Ar, masih kuat?" Tanya Pak Cakra menepuk pundak Arkhi.
Arkhi tersenyum ringan, "Masih pak,"
"Kesehatan kamu jangan sampai drop disini. Kamu sudah keren tadi. Besok, kerjakan yang bisa dulu, jangan buang-buang waktu. Oke?" Pesan Pak Cakra. Kini, mereka telah memasuki lift menuju lantai tiga, tempat dimana Arkhi akan tinggal selama beberapa hari kedepan."Tapi besok jadwal eksperimen pak, tahapannya harus runtut."
"Oh iyakah? Siap salah." Jawab Pak Cakra memicu tawa kedua rekan Arkhi yang lain.
Sedangkan Arkhi, wajah laki-laki memerah menahan tawa yang teramat sangat. Ekspresi lucu Pak Cakra yang terkenal galak di sekolah itu membuat suasana malam ini sedikit cair. Tapi begitulah Arkhi, ia mati-matian menahan tawanya hanya karena merasa kurang sopan jika harus menertawakan gurunya sendiri. Etika katanya.
Ting!
Pintu lift pun terbuka. Arkhi buru-buru keluar dan bergegas mencari kamarnya.
Kamar 313.
"Ar, ini kamar kamu," ucap Pak Cakra setibanya di depan pintu bernomor 313. "Dan ini kunci kartu kamu, jangan sampai hilang. Satu kamar ini untuk tiga orang, jadi kalau ada yang ketuk pintu, kamu nggak usah kaget. Bisa jadi itu rekan sekamarmu atau petugas hotel."
Arkhi menerima kunci itu dari Pak Cakra. Dia menunduk tanda memahami ucapan gurunya itu. "Terimakasih, Pak."
Pak Cakra menepuk pundak Arkhi seolah menguatkan anak didiknya, "Istirahat yang cukup. Saya tinggal dulu."
"Baik, Pak."
Arkhi menatap punggung Pak Cakra yang dan kedua temannya yang semakin jauh. Selepas bayangan itu menghilang, Arkhi segera masuk ke dalam kamarnya. Sungguh, badannya sudah tidak lagi mampu mentolerir rasa sakit disekujur tubuhnya. Entahlah, rasanya hampir seperti mengulang kejadian beberapa waktu lalu. Sakit, nyeri, pusing, semua jadi satu.
Baru saja Arkhi membuka pintu, ia sudah disambut oleh beberapa rivalnya dalam pertandingan. Dua orang yang tengah berada di dalam kamar itu kompak menoleh. Satu orang tengah duduk di kasur dengan sebuah ponsel yang dimiringkan, sedangkan satu orang lagi kembali fokus pada bukunya setelah sekian detik menatap kehadiran Arkhi dengan tatapan dinginnya.
"Assalamualaikum," sapa Arkhi diawal pertemuan mereka.
"Wa'alaikumussalam." jawab cowok yang tengah duduk dikasur itu cuek. "Kasur lo di ujung."
"Iya. Terimakasih."
Arkhi yang masih merasa canggung segera meletakkan tasnya dan duduk di kasurnya. Kepalanya terasa sangat berat. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya, berharap kunang-kunang dalam pandangannya segera menghilang.

KAMU SEDANG MEMBACA
MEZZANINE
Teen FictionMas Ar, begitu panggilan kesayangan dari Kala. Namanya Arkhi Izzaddin Khaliq, laki-laki sederhana yang sedang berusaha menjaga hati dan memilih fokus pada pendidikan dan mimpinya. Tuntutan keluarga membuatnya menjadi laki-laki yang ambisius, cuek da...