NEXT CHAPTER LDR

86 10 10
                                    

Hai Mochi 👋
Akhirnya Juni juga 😊

Saya tutup Mei dengan rasa ikhlas yang seikhlas-ikhlasnya.
Untuk apapun yang terjadi, terimakasih dan maaf ya 🙏

********

Ramai namun terasa sepi, mungkin itu gambaran perasaan Arkhi saat ini. PT. Bagaskara Architecture yang dipenuhi karyawan dan anak magang dari berbagai penjuru nusantara itu terasa begitu hampa. Sebenarnya, hubungan jarak jauh tidak terlalu berpengaruh untuk Arkhi. Tapi, efek samping kemoterapi yang beberapa hari lalu ia jalani, membuatnya merasa sendirian menahan ketidaknyamanan.

Ditengah kesibukannya mendesain konstruksi gedung, Arkhi memijat pangkal hidungnya pelan saat kepalanya terasa pusing. Beberapa kali ia pun menahan mual yang tidak juga berkurang pasca kemoterapi dua hari yang lalu. Ya, setiap kesempatan pulang di akhir bulan, Arkhi pasti akan kembali ke kotanya untuk menyetorkan laporan prakerin, kemoterapi, hingga bertemu Kala sejenak.

"Kenapa mualnya belum hilang juga?" Gumam Arkhi, memegangi perutnya.

"Aman bro?" Tanya seorang karyawan senior.

"Aman, Pak." Jawab Arkhi singkat.

Sungguh, ia ingin mengeluarkan seluruh isi perutnya sekarang juga. Dengan terburu-buru, Arkhi berlari cepat menuju kamar mandi. Beberapa kali tubuhnya oleng ke kanan dan ke kiri hingga ia harus bersandar pada dinding. Rasa mualnya semakin kuat saat ia sampai di kamar mandi, Arkhi segera menuju wastafel dan menumpahkan seluruh isi perutnya.

Nafas Arkhi memburu, ia sama sekali tidak menyangka kalau efek kemoterapi bisa selama ini.

"Kalau nggak kuat mending ijin deh, Bro." Sahut seseorang yang tiba-tiba sudah mencuci tangan disebelah Arkhi. Namanya Jeremy, salah satu siswa SMK GEMA MAHARDIKA yang juga berkesempatan prakerin disini.

"Terimakasih, tapi saya masih mampu." Jawab Arkhi seraya mencuci tangannya. Laki-laki itu sama sekali tidak menoleh, ia hanya melirik bayangan Jeremy dari cermin.

"Yaudah terserah lo." Balas Jeremy cuek. Laki-laki itu kemudian pergi meninggalkan Arkhi yang masih menguasai wastafel kantor.

Arkhi tidak menjawab apapun, laki-laki itu justru kembali menunduk menahan mual dan pusing. Jujur, badannya sudah sangat limbung sekarang. Beberapa kali ia memejamkan mata, dengan harapan pusingnya akan memudar.

Beberapa langkah Arkhi mundur dan menabrakkan punggungnya di tembok kamar mandi yang begitu dingin. Kakinya sudah tidak mampu menopang beban tubuhnya, Arkhi jatuh terduduk di lantai. Setelah itu, Arkhi tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Semua menjadi gelap dalam pandangannya.

********

"Batu banget manusia satu. Gue baru tau kalau selain baku, lo juga batu." Gerutu Jeremy usai membaringkan tubuh Arkhi di ruang istirahat karyawan.

Tadi saat ia menyusuri koridor perusahaan, entah kenapa perasaan khawatir begitu kuat mengganggunya. Mengingat kondisi Arkhi yang tidak stabil dan sering pingsan, Jeremy memutuskan untuk kembali ke kamar mandi. Benar saja, ia melihat tubuh Arkhi sudah tergeletak tidak sadarkan diri.

"Gue harus ngapain, Gil?" Jeremy mendengus kesal.

Sekilas Jeremy melirik ke arah ponsel Arkhi, disana pasti ia bisa menemukan jalan keluar. Setidaknya mengambil tindakan kalau sewaktu-waktu Arkhi sadar. Tidak menunggu waktu lama, Jeremy membuka aplikasi hijau di ponsel Arkhi. Terpampang nomor Kala di pin paling atas, baru kemudian Zahdan.

"Gue harus hubungin salah satunya. Zahdan aja kali, ya? Males banget gue ngehubungin cewek."

To: Zahdan DPIB
Temen lo mau mati, gue harus apa?

MEZZANINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang