I'M SORRY

54 6 0
                                    

"Mas, maaf untuk tadi."

Sebuah pesan singkat yang sudah sepuluh menit lamanya Arkhi tatap. Sembari duduk dan terus memutar kursi belajarnya, jari Arkhi sama sekali tidak bergerak untuk membalas pesan gadis favoritnya itu.

"Kalau memang ini benar, kenapa harus Zahdan, La?" Gumam Arkhi, menundukkan kepalanya dalam.

Dengusan nafas kasar terdengar keluar dari bibir Arkhi, "Besok saya berangkat, La. Saya harus fokus lagi olimpiade. Harusnya, hari ini kita bisa bicara baik-baik."

Arkhi kembali menatap ponselnya. Raut wajahnya tampak serius saat mengetikkan pesan. Beberapa kali ia harus menghapus dan mengetik ulang. Ia tidak tahu harus percaya pada siapa sekarang.

To: Kala

"Mohon maaf sebelumnya, saya tidak mempermasalahkan apapun tentang kejadian tadi. Lupakan saja, La. Maaf untuk terlihat marah. Tenang saja, saya akan selesaikan ini baik-baik. Oh iya, besok saya berangkat olimpiade tingkat provinsi. Itu artinya, ponsel saya akan disita orangtua saya. Boleh, kan? Sekali lagi maaf, mohon do'anya ya."

Setelah hari ini, Arkhi pasti tidak akan bisa menjawab pesan Kala lagi untuk tiga hari ke depan. Bisa dipastikan, orangtuanya akan menyita ponselnya sampai olimpiade selesai. Hal yang cukup aneh untuk dilakukan remaja 17 tahun, tapi begitulah adanya.

Arkhi menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi belajarnya. Tatapannya jauh menerawang menatap langit-langit kamarnya yang cukup tinggi. "Apa benar kata Zahdan? Saya terlalu egois?"

"Dengarkan kata orangtuamu, Mas. Sebagai wujud baktimu pada mereka. Aku paham kok."

Sebuah balasan yang cukup menenangkan ditengah gempuran pikiran yang berisik. Arkhi berdecih kesal, "Kenapa saya jadi memikirkan ucapan Zahdan? Toh Kala bisa memahami posisi saya."

********

Malam ini, ruang makan rumah Kala tampak dingin. Padahal, ada satu keluarga utuh yang sedang duduk melingkar di meja makan. Tidak ada suara kecuali berisiknya alat makan yang saling bersinggungan satu sama lain.

"Ayah nggak suka cowok itu," ucap Dheva memulai pembicaraan.

Kala meletakkan kembali sendok berisi nasi goreng yang sudah berada tepat di depan mulutnya yang terbuka. Sekilas gadis itu melirik ayahnya, kemudian melanjutkan acara makan malamnya tanpa memperdulikan pernyataan ayahnya itu. Kala pikir, tidak tepat membahas masalah ini di meja makan.

Merasa tak digubris, Dheva mengulang kalimatnya, "Dek, bilang ke kakakmu, ayah nggak suka pacarnya."

Sesendok penuh nasi goreng itu pun gagal mendarat di bibir kecil Sagara. "Kak, kata ayah, Ayah nggak suka pacar kakak. Emangnya kakak punya pacar?" Oceh Sagara dengan polosnya.

Kala tersenyum hambar. Dalam pikirannya yang kacau, Kala enggan melibatkan adiknya sedikitpun. Hari ini, ia cukup bangga pada keberanian Arkhi dan kabar bahwa laki-laki itu akan ikut serta pada pagelaran olimpiade fisika tingkat provinsi. Walaupun disisi lain, ia sudah cukup lelah menghadapi banyak hal sendirian.

"Habis ini Kala ijin mau ke alun-alun, ada tugas dari sekolah."

"Nggak boleh! Anak gadis nggak usah keluyuran." Jawab Dheva penuh penekanan.

Hembusan nafas berat terdengar mengiringi dua pundak Kala yang melorot frustasi, "Yah... Ini tuh aku ada tugas bukan mau keluyuran."

"Mana ada tugas malem-malem gini ke alun-alun lagi. Jaman ayah nggak ada tuh kayak gitu-gitu."

"Yah, malam ini ada penayangan film pendek seluruh SMK se-Jogja. Dan kakak dapet tugas buat menganalisis ceritanya. Ini tugas kejuruan, Yah." Ucap Kala menahan kesalnya.

MEZZANINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang