"Tidak semua garis ingin akan sesuai dengan garis takdir. Tapi kita masih bisa berusaha, kan?"
Senja Kala Maheswari
********
Hujan air mata itu sudah mereda. Arkhi dan Kala harus segera kembali ke sekolah, jam dispensasi mereka sudah menipis. Dengan langkah tergesa, Arkhi menyusuri lorong rumah sakit dengan tatapan kosongnya. Banyak ketakutan menghantuinya sejak vonis itu dibenarkan. Leukemia, sekalipun memiliki harapan untuk sembuh, tapi tetap saja hal itu membuat Arkhi bergidik ngeri.
Nafas Kala terdengar memburu, gadis dengan langkah kecilnya itu sedikit berlari mengejar langkah Arkhi yang lebih lebar. Meskipun perbedaan tinggi mereka hanya sekitar 25cm, tapi entah kenapa Kala begitu sulit mengejar langkah Arkhi. Mungkin laki-laki itu lupa jika tadi sedang pergi bersama anak kecil.
"Kala..." Panggil Arkhi masih melamun.
"Kala?" Arkhi celingukan, gadis itu tidak ada di sebelahnya.
"Aku di belakang!" Teriak Kala ngos-ngosan. Gadis itu membungkuk dan mulai mengatur nafas. Ia sudah tidak sanggup untuk menyamai langkah Arkhi.
Astaga! Arkhi baru menyadari kalau gadisnya tertinggal. Arkhi melipat bibirnya, menahan tawa. Karena ketakutannya, ia melupakan Kala yang terlalu mungil untuk mengimbangi langkah kakinya yang jenjang.
Arkhi berbalik arah mendekati Kala, "Maaf, saya lupa menunggu kamu."
"Nggak boleh ninggalin anak kecil tau." Ucap Kala sembari mengatur napasnya.
"Iyaa, maafkan saya... pensil krayon." Balas Arkhi seraya mengangkat tangannya ke udara.
Mendengar itu, Kala berdecak sebal, "Enak aja pensil krayon, orang aku sendok nyam nyam."
"Astaghfirullah." Ucap Arkhi masih dengan senyumnya yang tertahan.
Gemas rasanya mendengar ucapan Kala saat itu. Ingin rasanya ia mencubit pipi chubby gadisnya. Tapi Arkhi memilih memejam, ia tidak boleh menyentuh Kala satu milimeter pun, itu sudah menjadi prinsipnya.
"Kalau ketawa jangan ditahan, bulu hidungmu bergoyang-goyang, Mas." Sindir Kala seraya berjalan meninggalkan Arkhi yang masih sibuk menahan tawanya.
Setidaknya untuk saat ini, Kala ingin melihat senyum Arkhi seperti biasanya. Senyum tulus yang tadi sempat hilang karena selembar kertas berisi kalimat mengerikan. Dunia sedang tidak berpihak pada laki-laki itu, maka biarlah Kala yang memihaknya. Jika tidak bisa selamanya, maka setidaknya selama Arkhi masih ada di sampingnya. Ia hanya ingin menikmati senyum Arkhi lebih lama.
********
"Masih sedih?" Tanya Kala.
Hampir 10 menit ia menemani Arkhi yang duduk diam di bawah pohon ketapang. Dengan pandangan lurus ke depan, Arkhi bersandar di pohon yang kurus namun cukup kokoh itu.
Arkhi menoleh pelan, "Kamu tau perasaan semua orang?"
Kala terkejut mendengar pertanyaan itu, ia baru sadar kalau selama ini ia memang sensitif dengan perasaan teman-teman dekatnya. Mungkin kebetulan, begitu kilahnya. "Hati manusia itu seluas samudera, Mas. Mana mungkin aku bisa paham sepenuhnya." Jawab Kala asal.
Arkhi menarik turun satu alisnya, "Bukannya hati manusia hanya seukuran bola rugby?" Tanyanya dengan polos.
Kala menghembuskan nafasnya malas, ingin rasanya ia mengomel di depan laki-laki yang sangat logis itu, "Itu hanya kiasan." Ucapnya.
Arkhi tersenyum hambar, "Boleh tidak?"
"Apa?"
"Sedih."
KAMU SEDANG MEMBACA
MEZZANINE
Fiksi RemajaMas Ar, begitu panggilan kesayangan dari Kala. Namanya Arkhi Izzaddin Khaliq, laki-laki sederhana yang sedang berusaha menjaga hati dan memilih fokus pada pendidikan dan mimpinya. Tuntutan keluarga membuatnya menjadi laki-laki yang ambisius, cuek da...