"Apapun alasannya, perasaan tidak pantas dijadikan bahan percobaan."-Ayana Dea Aksara-
********
Pantulan sinar matahari yang menembus jendela ruang rawat membuat Zahdan terbangun dari tidurnya. Raut wajah lelah terpancar jelas dari raut wajah laki-laki itu. Semalaman laki-laki itu terjaga dan baru tertidur selepas melaksanakan sholat shubuh.
Zahdan memicingkan kedua matanya, "Ar, kok lo nggak bangunin gue?" Gerutu Zahdan sembari mengucek mata ngantuknya.
"Iya, nyenyak banget kamu tidurnya. Ingin saya bangunkan tapi tidak tega." Jawab Arkhi.
Kedua mata Zahdan sontak melebar. Dengan keadaan terkejut, laki-laki menampar wajahnya beberapa kali. Ia menatap Arkhi dengan rasa tidak percaya. Zahdan berjalan mendekat ke arah hospital bed Arkhi. Selangkah demi selangkah ia mendekat dengan sorot mata penuh curiga.
Zahdan memicing, ia menatap mata Arkhi lekat-lekat, "Ar?"
"Jangan terlalu dekat, saya masih normal." Jawab Arkhi berusaha menjauhkan wajahnya dari tatapan sahabatnya itu.
Zahdan mundur beberapa langkah, "WOOHH INI BARU BESTIE GUE NIH! GOKIIILL AKHIRNYA LO SADAR. WUUU!!" Pekik Zahdan tidak tertahan. Ia reflek melompat dengan tangan meninju angin beberapa kali.
Melihat tingkah sahabatnya itu, Arkhi justru terlihat begitu panik, "Adan sudah, ini di rumah sakit. Dilarang berisik. Jangan sampai kamu disangka gila." Ucap Arkhi mengingatkan.
"Eh iya. Sorry, exited banget gue. Semaleman gue panik gara-gara lo nggak bangun-bangun." Zahdan segera duduk di kursi tepat di samping hospital bed Arkhi. Ada sedikit kelegaan dalam hatinya.
Beberapa detik kemudian, keduanya diam, Zahdan kembali teringat dengan vonis dokter tentang penyakit yang Arkhi derita. Sekalipun butuh pemeriksaan lebih lanjut, tapi hal itu cukup membuat Zahdan ketakutan, apalagi kondisi Arkhi yang semakin kurus.
"Sarapan, ya? Mau gue beliin makan nggak? Makanan rumah sakit nggak enak." Tawar Zahdan mencoba menetralkan ekspresinya.
"Boleh, tapi pecel ya?" Jawab Arkhi seraya berusaha duduk.
"Luka lo masih basah, jangan gila!"
"Jadi saya makan apa?"
"Gue beliin bubur polos deh, ya?"
"Kalau itu mending saya makan dari rumah sakit." Arkhi menyenderkan tubuhnya pada sandaran tempat tidur rumah sakit.
"Oke boleh, tapi gue beli sarapan dulu. Nggak lama, entar gue makan disini sekalian temenin lo."
"Terimakasih."
"Sans.." Zahdan melangkah menuju kantin rumah sakit. Cacing dalam perutnya sudah riuh berdemo minta diisi makanan. Sudah semalaman laki-laki itu menahan lapar.
********
Sesaat setelah Zahdan pergi, Arkhi merebahkan tubuhnya lagi. Laki-laki itu meringis menahan nyeri di sekujur tubuhnya. Ruangan berwarna putih salju itu terasa begitu sunyi. Tidak ada siapapun, hanya Arkhi yang ingin memejamkan matanya lagi.
Cekrek!
Suara pintu terbuka. Seorang gadis tampak ayu dengan gamis berwarna hijau polos dengan hijab berwarna putih. Sebuah totebag tergantung lepas di pundak kanannya. Sedangkan di tangan kirinya menenteng plastik berisi kotak donat favoritnya.
"Assalaamu'alaikum." Ucap Kala seraya melangkah masuk ke dalam ruang rawat Arkhi. Walaupun sempat kebingungan karena Arkhi sudah tidak di rawat di UGD, tapi tekatnya berhasil mengantarkannya sampai ke tempat itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
MEZZANINE
Teen FictionMas Ar, begitu panggilan kesayangan dari Kala. Namanya Arkhi Izzaddin Khaliq, laki-laki sederhana yang sedang berusaha menjaga hati dan memilih fokus pada pendidikan dan mimpinya. Tuntutan keluarga membuatnya menjadi laki-laki yang ambisius, cuek da...