"Nggak usah dipikirin, Mas." Celetuk Kala.
Didepan semangkok soto panas dan teh hangat itu Arkhi masih diam merenung. Kedua alisnya yang tampak menaut seolah menunjukkan riuh isi kepalanya yang berisik. Sejak kepergiannya, ia sama sekali tidak tahu menahu tentang apa yang terjadi di sekolah. Wajar saja, hampir 4 bulan ia tidak datang ke sekolah ini.
"Nggak capek pulang olim langsung ke sekolah?" Tanya Kala mencoba memecah keheningan.
"Nggak kalau buat ketemu kamu." Jawab Arkhi singkat.
Kala yang sibuk mengaduk-aduk sotonya itu seketika mengangkat pandangannya. Dengan sedikit keterkejutan, gadis itu menahan kedutan dikedua sudut bibirnya, "Siapa yang ngajarin?"
"Apa..?" Tanya Arkhi heran.
"Yang tadi,"
"Hah?" Arkhi menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
"Nggak jadi." Jawab Kala malas. Wajahnya yang tadi ceria seketika mendung.
"Kenapa sih?" Tanya Arkhi sembari menahan senyumnya. Sungguh, ekspresi Kala yang cemberut tampak begitu menggemaskan di matanya.
"Tau ah, kesel.." rengek Kala seraya menunduk menyembunyikan wajahnya dengan kedua lengannya.
Wajah Arkhi turut memerah saat melihat tingkah gadis kesukaannya itu. Ia pun menggelengkan kepalanya pelan. Dengan senyuman yang terus terpancar, ia membuka ranselnya.
"Kala!" Panggil Arkhi. "La.."
Gadis itu tidak menyahut. "Sayang!" Panggil Arkhi sedikit keras.
Mendengar panggilan itu, Kala segera menaikkan pandangannya. Gadis itu menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada seorangpun yang menyadari ucapan Arkhi barusan. Kedua alis Kala menaut seiring jari telunjuknya yang terangkat menutup bibirnya yang mengerucut. "Sstt..." sergahnya.
Arkhi berdeham, "Mas punya sesuatu,"
"Apa?"
Arkhi segera mengeluarkan medali miliknya. Dari sorot mata dan senyumnya, siapapun pasti tahu bahwa laki-laki itu sangat bangga atas pencapaiannya. Arkhi selalu bersyukur atas pencapaian yang ia dapatkan. Ia berharap hal yang sama dari gadisnya, Kala.
"Ini?" Tanya Kala tersendat, ia seolah sudah kehabisan kata-kata. Perasaan hangat menyeruak memenuhi rongga dadanya.
Arkhi mengangguk seakan mengerti maksud Kala yang tidak terucap itu.
"Serius?"
"Iya, cuma juara dua sih."
"Cuma? Sekeren ini kamu bilang cuma?"
"Iya, saya masih kalah sama anak SMA Taruna."
"Wah, ini udah MasyaAllah banget sih kamu. Keren banget tau." Ucap Kala dengan mata berbinar.
"Nggak apa-apa kan kalau saya juara dua?" Tanya Arkhi sedikit ragu.
"Ih, kok nanyanya gitu? Kamu tuh udah keren banget tau. Aku juga pengen tau dapetin itu, tapi fisikaku jelek, BANGET." Kala memutar bola matanya malas seraya tertawa ringan.
"Pokoknya ya, aku tuh bangga banget sama kamu. I'm so proud of you." Sambungnya seraya mengacungkan kedua jempol tangannya.
KRIIING!!
Dering bel sekolah membuyarkan kehangatan obrolan Arkhi dan Kala. Waktu menunjukkan saatnya masuk ke kelas. Waktu sudah berjalan hampir 45 menit sejak saat mereka berdua berbincang. Sepertinya benar, waktu akan berasa lebih cepat jika kamu habiskan bersama orang yang tepat.
"Yahh, baru juga ngobrol udah disuruh masuk kelas." Gerutu Kala dengan sebal.
Arkhi tersenyum hangat, "Eh, nggak boleh begitu. Masuk kelas dulu, ya? Belajar sungguh-sungguh. Kalau saya tidak salah dengar tadi ada yang ingin dapat medali juga, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MEZZANINE
Teen FictionMas Ar, begitu panggilan kesayangan dari Kala. Namanya Arkhi Izzaddin Khaliq, laki-laki sederhana yang sedang berusaha menjaga hati dan memilih fokus pada pendidikan dan mimpinya. Tuntutan keluarga membuatnya menjadi laki-laki yang ambisius, cuek da...