HILANG

47 7 0
                                    

"Apapun masalah lo, jangan mati!"
-Senandung Aksara-

"Hey, I'm fine."

Bibir Kala seketika menciptakan senyum yang tampak menawan. Giginya yang bersih turut berpura-pura bahwa tidak pernah terjadi apapun di belakang sana. Matanya yang sembab turut menyipit seakan ia adalah aktor paling profesional untuk menyembunyikan air matanya.

"La, are you ok?"

Dengan raut wajah khawatir, Ayana mengulang kembali pertanyaannya. Gadis yang berdiri di depan tempat wudhu dengan kantong plastik di tangan kanannya itu membuka lebar lengannya, bersiap jika Kala membutuhkan pelukannya.

Kala diam dengan tatap mata nanar. Perlahan bibir gadis itu melengkung turun menyatakan kesedihan. Beberapa kali hembusan nafas Kala terdengar berat.

Jelas Ayana melihat tatapan airmata, "Nggak mau peluk?" Tanya Ayana memastikan.

Kala memejam beberapa detik sembari berusaha tersenyum dengan sisa tenaga yang tersisa, "I'm fine." ucapnya dengan senyum yang terlihat sempurna.

Ayana memberi anggukan sebagai jawaban. Ia berusaha memahami Kala yang masih enggan bercerita. Meskipun ia berharap, suatu hari Kala akan lebih percaya padanya.
Ayana melangkah mendekati Kala. Ia gandeng tangan sahabatnya itu penuh kehangatan. "Nanti kalau udah siap, lo boleh cerita sama gue. I'm always here and ready to be a good listener for you."

********

Awan mendung yang menggantung tak menyurutkan niat Kala untuk berdiri tegap di tepian rooftop sekolahnya. Tepat dibawahnya berdiri sebuah gedung aula empat lantai, tempat yang lebih sering sepi dibandingkan gedung-gedung lainnya. Nasib gedung yang sama sepertinya, sering merasa sunyi bahkan disaat banyak manusia disekelilingnya.

"Lompat seru kali, ya?"

Beberapa kali kalimat itu mengusik pikirannya. Bukan, Kala tidak sedang ingin mengakhiri hidup. Kepalanya hanya sering memicu bahaya bahkan mengancam nyawanya. Ini sudah jadi hal biasa baginya.

"Berisik banget lu!" Ucap Kala seraya memukul lirih kepalanya. "Gue cuma pengen ngadem bukan bunuh diri. Bego!" Umpatnya pada diri sendiri.

"Kenapa ya semua orang mikir seakan gue semurah itu? Boro-boro selingkuh, satu aja gue nggak ngerti harus gimana!"

Kala menunduk lesu. Pikirannya meracau, mengajaknya kembali pada peristiwa-peristiwa yang ia alami beberapa bulan kebelakang. Asumsi ayahnya, perlakuan Sena yang membuatnya trauma, anggapan Bagas tentangnya, hingga tuduhan skandal perselingkuhan yang tertuju padanya membuat gadis itu terluka.

"Gue nggak semurah itu!" Teriak Kala membuat tubuhnya oleng. Kaki kanannya bergeser membuat tangannya reflek meraih angin untuk menyeimbangkan diri. Gadis itu memejamkan matanya erat, pasrah jika memang ia harus jatuh ke lantai dasar gedung ini.

BRUK!!

Tubuh Kala terpelanting, jatuh ke belakang setelah sebuah tangan kekar menarik pinggangnya. Kala meringis saat tubuhnya jatuh menimpa seseorang yang entah sejak kapan ada di belakangnya. Gadis itu melirik sekilas, "Laki-laki." Batinnya.

Segera ia bangkit, matanya membelalak kaget menatap sesosok laki-laki berseragam yang sama dengannya. Laki-laki itu terkapar memegangi perutnya yang tidak sengaja ia timpa. Kala ingin meminta maaf dan berterimakasih karena laki-laki itu sudah menolongnya. Tapi yang terjadi, gadis itu justru membeku menatap penolongnya yang masih terkapar di lantai. Nafasnya memburu. Laki-laki itu...

"Kak Sena?" Kala segera berlutut. Duduk melantai di dekat Sena. Ia hempas jauh ketakutannya pada laki-laki itu. Setidaknya untuk hari ini.

"Kak, maaf." Ucapnya dengan nada bergetar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MEZZANINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang