YANG BERSAMAKU DITENGAH HUJAN

74 6 0
                                    

"Terkadang, seseorang yang tidak memberimu kabar, justru menjadi orang paling khawatir dan diam-diam memperhatikanmu dari kejauhan."

********

Kala berlari sekuat yang ia bisa. Dibawah guyuran hujan malam itu, langkah kakinya berangsur gontai. Degup jantungnya semakin melemah. Bobot tubuhnya seperti menghilang, gadis itu berjalan sempoyongan sembari memegangi dadanya yang semakin sakit tidak karuan. Dia sudah berlari cukup jauh. Hingga kini sudah berada di depan halte, sendirian.

"Bunda ... Sakit ..." Rintihnya.

Tubuh Kala bergetar hebat, hawa dingin yang menusuk itu sudah tidak Kala pedulikan lagi. Ia hanya ingin menangis bersama hujan. Gadis dengan gamis hitam dengan warna hijab yang senada itu terduduk lemah di trotoar. Dengan mata sembab sempurna, Kala menuangkan seluruh sesaknya disana.

"Kala tau Kala salah, Yah. Kala cuma butuh waktu." Gumamnya. Gadis itu mendongak. Matanya memejam erat, membiarkan air matanya tersapu hujan yang cukup lebat.

Cukup lama Kala menangis, hingga ia merasakan air hujan tidak menyapu wajahnya lagi. Kala mengerjap, menatap lamat payung yang melindunginya. Pandangannya beralih, menatap seseorang yang dengan kuat mencengkeram payung itu.

"Malem-malem jangan main hujan," ucap laki-laki itu singkat.

Kala sontak berdiri, "Kak Adan, ngapain disini?"

"Elu yang ngapain disini?" Tanya Zahdan penuh penekanan. Kedua manik mata coklat itu menghunus tajam tepat dikedua mata Kala.

"Hm ... Lagi pengen main hujan." Jawab Kala asal.

Bohong. Seorang gadis berlarian seorang diri, di malam hari dan tanpa alas kaki. Mustahil perempuan itu nekat keluar rumah hanya untuk bermain hujan.

Zahdan tersenyum miring. Sama sekali ia tidak percaya ucapan Kala. Banyak rahasia yang ia simpan dalam sorot matanya yang sok ceria itu.

"Besok-besok kalau mau bohong yang pinteran dikit." Ujar Zahdan seraya mencubit hidung Kala gemas.

Kala yang terkejut hanya bisa mematung. Beberapa detik gadis itu sama sekali tidak bergerak.

"Pakai jaket gue," titah Zahdan seraya melepas jaket kulit warna hitam miliknya. "Diluar dingin, mending balik ke rumah. Jangan bikin khawatir." Sambungnya.

Agak sulit untuk Zahdan memakaikan jaket pada gadis yang masih mematung dihadapannya itu. Tangan kirinya masih memegang payung, sedang tangan kanannya berusaha menyampirkan jaket di pundak Kala.

Suasana menjadi canggung, Kala sama sekali tidak menjawab ucapan Zahdan. "Sorry soal gue cubit hidung lo. Gue reflek,"

Zahdan melambaikan tangannya di depan wajah Kala, "Dek? Kala?" Panggil Zahdan seraya menepuk pundak Kala yang terbalut jaketnya itu.

Kala terhenyak kaget, "Hah? Sorry gimana, Kak?"

"Gue anter pulang."

"Tapi~"

"Nggak ada tapi, lo aman sama gue."

"Kak tapi~"

"Mau gendong?"

Kala menggeleng cepat, pertanda ia menolak tawaran Zahdan. Keraguan mengusik hatinya berulang-ulang. Ketakutannya akan amarah ayah jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pulang malam sendirian.

"Ya udah ayo!" titah Zahdan menyegerakan.

"Oke," pungkas Kala seraya mengikuti langkah Zahdan. Kedua remaja itu berjalan beriringan dengan dibawah payung yang melindungi keduanya. Meski telanjur basah kuyup, tapi Kala berada dalam kungkungan jaket milik Zahdan. Itu cukup membuatnya merasa hangat.

MEZZANINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang