November 2024
—Kalina Paramita
Papa adalah seorang profesor di salah satu kampus besar yang kegiatannya selalu padat hampir setiap hari. Dari Senin sampai Jumat, beliau mengajar yang terkadang bisa pulang larut karena masih harus bekerja melakukan penelitian dengan rekan sesama dosennya atau mahasiswanya. Di akhir pekan, Papa masih harus menjadi narasumber dari seminar yang satu ke seminar yang lain. Terkesan tidak pernah punya waktu untuk keluarganya, namun nyatanya Papa selalu berhasil memenuhi waktu untuk istri dan dua anaknya dengan cukup.
Dulu aku bertanya-tanya, bagaimana Papa bisa melakukan semuanya dengan begitu rapi, tersusun, dan kelihatan tidak tertekan sama sekali pada jadwalnya yang padat.
Saat itu Papa hanya menjawab, "Soalnya Papa suka. Kalau Papa nggak suka, Papa pasti bakal ngerasa tertekan sama kerjaan Papa, secara nggak sadar bakal bikin berantakan semuanya."
Tapi kemudian aku tahu, bahwa Papa selalu menulis setiap kegiatannya, setiap pencapaiannya, setiap hal yang akan beliau lakukan pada sebuah buku yang dia sebut sebagai jurnal. Sebuah buku yang selalu beliau bawa ke mana pun, dan jika lupa tak membawanya, siapa pun yang ada di rumah akan disuruh untuk mengantarkannya. Sebelum akhirnya, Alda memperkenalkan pada iPad yang penggunaannya lebih praktis karena dilengkapi pengingat untuk jadwal-jadwal yang takut Papa lewatkan.
Meski begitu, aku tetap mencintai buku jurnal sejak pertama kali Papa kenalkan padaku.
Hampir mirip dengan buku harian, aku menuliskan hampir segalanya tentang hidupnya sejak usia sepuluh. Tentang nilai matematikaku yang naik, tentang gigi susuku yang akhirnya habis, tentang cinta pertamaku, tentang pencapaian lomba menggambar yang aku ikuti, tentang pertama kalinya Mama dan Papa memuji hasil gambarku yang bagus, tentang pertama kalinya aku mendapat menstruasi, tentang Alda yang bercerita bahwa dia ditembak oleh kakak kelasnya, tentang cowok yang aku suka ternyata sudah punya pacar, tentang pertama kalinya aku punya hewan pelihaharaan, tentang kegagalanku dalam menerbitkan komik online pertamaku, tentang komentar pertama yang aku dapat di komik online-ku yang akhirnya bisa terbit, tentang susahnya mencari inspirasi, tentang segalanya.
Aku punya puluhan buku jurnal yang menumpuk, yang tak pernah aku buang sejak pertama kali aku memiliknya, dan tak boleh ada siapa pun yang membuangnya tanpa seizinku.
Jika Alda lebih suka membeli aksesoris fashion, maka aku lebih suka membeli perintilan stiker dan pulpen berwarna untuk menghias jurnalku. Dia bahkan mengomeliku ketika tahu bahwa semua buku jurnal yang aku punya aku bawa ke tempat tinggalku yang baru.
"Lo ngapain sih bawa beginian ke sini?" Dia menatapku tak percaya saat melihat beberapa boks berisi tumpukan jurnalku yang diturunkan oleh tukang dari mobil pikap melewatinya.
Aku mengabaikannya, lanjut berbicara dengan Pak Komar, orang yang sebelumnya mengurus rumah yang akan aku tinggali ini.
"Jadi, kapan ditempatinnya, Mbak?"