November 2019 - November 2020
From: Kalina Paramita
Dear Jati Samudra,
Kamu tahu nggak kalau jumlah pertemuan kita sebelum akhirnya berpisah tanpa kata itu cuma delapan kali?
Iya, delapan.
Sesedikit itu. Tapi sayangnya, aku penjahat ulung yang seolah tahu segala hal tentang kamu cuma dengan delapan kali pertemuan.
Aku tahu kamu lebih suka kopi susu daripada kopi hitam.
"Tapi susunya sedikit aja, yang penting warnanya berubah jadi cokelat." Begitu kamu bilang ke penjaga warkop tempat kita berteduh dulu di hari pertama ketemu.
Aneh, ya. Seharusnya saat itu aku langsung paham bahwa sejak awal semesta nggak pernah mendukung pertemuan kita, buktinya hujan turun tepat setelah kita berkenalan. Sayangnya, saat itu aku menjadikan itu hal yang romantis alih-alih berpikir hal buruk.
Jati Samudra, aku ini penebak yang jitu sekaligus punya tingkat kepercayaan diri yang tinggi, karena aku yakin tebakanku benar kalau kamu punya lebih banyak baju warna hitam dibanding warna lainnya walau kamu nggak suka kopi hitam.
Delapan kali pertemuan kita, tujuh kali kamu pakai baju warna hitam, satu kali kamu pakai baju warna biru, warna kesukaan aku. Sayangnya, ketika kamu pakai baju warna biru, hari itu bukan jadi hari kesukaan aku, dan aku jadi membenci baju warna biru, khususnya baju biru yang kamu pakai hari itu.
Ngomong-ngomong, apa kamu ingat pertemuan pertama kita? Di bawah bianglala yang sedang berputar, di tengah ramainya orang di pasar malam, di tengah kebingungan sekaligus kepanikanku mencari dompetku yang jatuh entah di mana. Saat itu aku sedang putus asa, hidupku rasanya begitu kacau dan nggak terarah. Aku bingung dengan diriku sendiri. Apa yang aku mau, apa yang harus aku lakukan, apa yang sedang terjadi. Aku kebingungan. Dan pasar malam adalah salah satu tempat pelarianku, berharap ramainya pasar malam hari itu membuatku lupa pada semua kebingunganku, membuatku menemukan jawaban atas segala pertanyaanku. Meski akhirnya, aku justru harus kehilangan dompetku.