Januari 2026
—Jati Samudra
Ada perbedaan yang signifikan yang saya rasakan antara menjalin hubungan tanpa status, dengan menjalin hubungan berstatus. Hubungan saya dan Kalina saat ini jelas statusnya, kami pacaran. Saya yang memintanya, dan dia menyetujuinya. Dulu saya merasa, status hubungan itu tak penting, yang penting kami sama-sama tahu perihal perasaan masing-masing, biarkan segalanya berjalan sebagaimana mestinya, seperti air yang mengalir di sungai. Sampai kejadian kemarin itu menimpa saya dan Mbak Sofi menampar saya dengan kata-kata.
Saya mungkin tahu bagaimana perasaan Kalina pada saya, tapi saat masalah itu terjadi, saya nggak punya satu kekuatan pun untuk bertindak egois. Saya nggak berhak menuntut apa pun dari Kalina karena … saya bukan pacarnya.
Sekarang saya sadar bahwa status itu segalanya, membuat semuanya lebih jelas, kapan semuanya dimulai kapan semuanya akan berakhir—walau saya tidak pernah menginginkan yang satu ini. Tapi status membuat kami punya kuasa untuk cemburu, punya kuasa untuk menuntut perhatian, punya kuasa untuk melakukan hal yang hanya bisa dilakukan orang pacaran tanpa rasa canggung. Tapi yang terpenting, kami punya kuasa untuk membuat pasangan bahagia secara penuh.
Bulan lalu—atau tahun lalu, mungkin? Karena sekarang tahun sudah berganti. Saya mengajak Kalina untuk datang ke rumah saya, bertemu Ibu dan tentu saja Mbak Sofi, Mas Restu, dan Farid dalam rangka syukuran tujuh bulanan kehamilan Mbak Sofi. Saya nggak memaksa, karena kami baru resmi berpacaran satu bulan, saya nggak merasa Kalina benar-benar siap untuk bertemu dengan keluarga saya, apalagi dalam acara resmi seperti ini. Tapi tentu saja, ada harapan yang terselip ketika saya mengatakannya.
"Kalina …." Saya memeluknya dari belakang ketika Kalina sedang membuatkan sebuah minuman untuk saya.
"Bentar, bentar lagi selesai." Dia selalu sebal kalau saya mengganggunya saat dia sedang melakukan aktivitas di dapur, walau itu adalah sebuah pelukan mesra atau kecupan kecil.
"Saya mau ngomong sesuatu."
Kalina menoleh, menatap saya yang dagu saya sudah bertumpu di bahunya. "Pasti serius."
"Nggak serius banget, sih …. Cuma saya udah kepikiran dari kemarin-kemarin."
"Ada apa, Mas? Jangan bikin saya deg-degan."
"Saya nggak maksa kamu, dan kamu juga jangan terlalu dipikirin kalau emang nggak mau." Saya memulai setelah kami mengganti posisi dengan Kalina menghadap saya secara penuh, meninggalkan minumannya yang belum selesai dibuat itu. Saya menatapnya dengan sungguh-sungguh, dan Kalina membalas tatapan saya dengan was-was. Ini kalau saya tiba-tiba jail, mungkin dia akan marah seharian. Sayangnya, saat ini saya benar-benar sedang serius.
"Minggu depan Mbak Sofi mau ngadain acara, tujuh bulanan. Kalau kamu mau, kamu bisa dateng sama saya."
berlanjut ke karyakarsa ....
-
seperti yang udah aku bilang kemarin, kelanjutan extra part ini bisa kalian baca di akun karyakarsa aku....
kalian juga bisa langsung klik link yang udah aku share di bagian percakapan akun wattpad ini
terima kasih
dan SELAMAT ULANG TAHUN AYANKKKK🫶🏻🫶🏻🫶🏻😘
22/04/24