November 2025
From: Kalina Paramita
Jati Samudra, ada banyak hal yang ingin aku sampaikan ke kamu.
Salah satunya tentang November.
Kamu ingat pertama kali kita bertemu, Jati Samudra? Di pasar malam, di bawah bianglala yang sedang berputar. Apa ingat?
Itu November, Jati Samudra.
Dan kamu ingat terakhir kali kita bertemu saat kamu memberikan surat undangan pernikahanmu dengan Rissa?
Itu juga November, Jati Samudra.
Apa kamu juga ingat pertama kali kita bertemu setelah empat tahun terlewati? Saat aku baru pindah ke rumah penyendirian—begitu Angel menyebutnya—di malam hari, saat hujan, saat aku mencari Mimo.
Itu pun November, Jati Samudra.
Aku merasa terlalu banyak tentang kita yang berkaitan dengan November. Seperti membawa kebahagiaan, sekaligus kesedihan.
Apa kamu bertanya-tanya November kali ini kita akan bagaimana? Hubungan kita akan seperti apa? Berpisah seperti yang lalu? Karena ini tepat satu tahun setelah kita bertemu lagi. Atau bagaimana, Jati Samudra?
Iya, November agaknya memang selalu berkaitan dengan hubungan kita.
Maafkan aku, Jati Samudra, aku membuat kamu terlalu banyak menunggu dengan menggantung tak jelas hubungan kita. Aku tahu, kita nggak pernah benar-benar menegaskan bahwa kita berpacaran, tapi aku rasa, kita sama-sama tahu bahwa apa yang sudah kita lakukan semuanya mengarah ke sana. Iya, kan, Jati Samudra? Kamu mencintaiku, kamu sendiri yang bilang begitu. Aku percaya.
Dan aku juga begitu. Aku mencintaimu. Aku berharap kamu juga percaya.
Tapi kamu tahu, Jati Samudra, beberapa bulan kemarin situasinya begitu rumit. Aku sendiri kesulitan menempatkan satu hal ke posisi yang buruk atau yang baik. Keadaannya seakan jauh lebih buruk dari saat aku bercerai dengan Mas Aksel. Aku bersedih atas kepergiannya, tapi aku sendiri bertanya-tanya, apakah aku memang sudah seharusnya merasakan sedih sampai sebegininya? Aku merasa bersalah atas segala penyakit yang tidak aku ketahui selama kami menikah dulu, tapi aku sendiri bertanya-tanya, apakah aku memang harus merasakan hal itu ketika Mas Aksel sendiri yang menginginkannya agar aku tak tahu?
Jati Samudra, apa kamu tahu alasan aku pindah ke rumah itu? Bukan hanya karena aku ingin mencari ketenangan agar kembali bisa menggambar seperti semula, mencari muse-ku yang baru. Bukan. Tapi karena melarikan diri. Melarikan diri dari segala rasa sakit yang merenggut jiwaku. Melarikan diri dari segala kacaunya perasaan yang tak bisa aku benahi sendirian. Melarikan diri dari berantakannya hidupku, meski sejatinya aku hanya berdiam diri.
Aku melarikan diri, Jati Samudra.
Ketika aku bertemu dengan Mas Aksel di tempat aku melarikan diri, aku berpikir bahwa semesta mungkin memang tak suka padaku, semesta tak pernah mendukung rencanaku, semesta ingin aku kacau, berantakan, dan terus sakit hati. Tapi kenyataannya, Jati Samudra. Aku baik-baik saja. Aku terlampau baik-baik saja dari yang aku bayangkan.
Aku masih bisa melanjutkan komikku. Aku bisa bekerja dengan baik, berpikir soal pekerjaan dengan jernih. Aku bisa melakukan banyak kegiatan dengan hati senang. Aku bisa bangun tidur dengan perasaan begitu baik.
Kamu tahu kenapa, Jati Samudra?
Itu karena kamu.
Iya, kamu.
Kamu hadir di hidup aku tepat di saat aku membutuhkannya. Kamu hadir untuk mengobati luka padahal aku tahu kamu pun terluka. Kamu hadir untuk menata kembali hidupku padahal aku tahu hidupmu pun berantakan. Kamu hadir untuk memperbaiki kekacauan padahal kamu pun sama kacaunya. Kamu hadir untuk memberikan senyuman padahal kamu pun lupa bagaimana caranya tersenyum.