Happy Reading^^
***
"Ingat dokter bilang apa tadi?"
Anya memutar bola mata kesal. Pasalnya sudah tiga kali Raka mengungkit-ungkit pesan dokter saat cek kandungan tadi. Dengan malas Anya pun menjawab, "Nggak boleh kecapekan."
"Sip, jadi istri yang baik, ya?" Raka mengacak puncak kepala Anya yang kontan langsung ditepisnya. Raka terkekeh melihat itu.
Syukurlah, makin hari hubungannya dengan Anya makin membaik. Harapan Anya membangun keluarga yang penuh dengan cinta semoga terwujud.
"Jadi ke rumah ibu?"
"Iya. Sekalian mau pulang. Ambil kanvas, gue mau ngisi kegabutan dengan ngelukis."
Raka membukakan pintu taksi yang menunggunya tadi.
"Boleh. Rencana nanti gue mau cari ART juga."
Anya menoleh dengan tatapan horor. "Ngapain?!"
"Ya biar Lo nggak kecapekan. Mana bisa gue ngebiarin masak, nyuci baju, bersih-bersih dengan keadaan kayak gini."
Anya memberi ekspresi protes. Menurutnya Raka terlalu berlebihan. "Protektif banget, ya, Bapak Raka," sindirnya.
Raka tersenyum lebar, malah tersanjung. "Sama-sama, lho, Bu."
Walau berikutnya Raka jadi tertawa. "Lucu juga Bapak sama Ibu."
"Dih?" Anya melirik sinis.
"Btw, Nya. Ganti panggilan yang lebih manis, dong. Aneh rasanya didenger orang suami-istri tapi ngomongnya Lo-gue."
Anya menoleh dengan alis terangkat. "Maunya?"
"Aku-kamu."
"Terserah, sih."
Raka lantas menarik senyum lebarnya. "Oke, dibiasain ya?" Anya hanya mengangguk sebagai balasan.
Taksi yang mereka tumpangi berhenti di alamat yang ia sebutkan. Raka turun lebih dulu dan membukakan pintu untuk Anya. "Silahkan, Tuan Putri."
Raka terkekeh geli melihat ekspresi Anya mendengar panggilannya. Raka lantas memberi uang tunai untuk supir taksi, lalu menggandeng Anya memasuki rumah sang ibu.
Tok, tok, tok!
"Assalamualaikum, Bu."
Sejenak tak ada sahutan dari dalam. Raka menunggu sebelum ada balasan salam dan pintu pun dibuka. Wanita paruh baya yang sedang memakai jilbab itu langsung dicium tangannya oleh mereka.
"Masuk."
Keduanya melangkah masuk. Anya merasakan ketegangan samar yang terjalin, membuatnya meringis tanpa sadar. Padahal ia tahu, ibu Raka memiliki sikap dan kepribadian yang hangat.
"Kalian udah makan? Ibu belum masak."
Anya menoleh pada Raka, membiarkan cowok itu saja yang menjawab. "Belum, Bu."
"Ya udah, Ibu mau masak dulu. Makan di sini aja."
Anya lantas bangkit. "Anya mau bantu, Bu."
"Nggak usah, duduk aja atau istirahat di kamarnya Raka."
"Anya mau belajar juga, Bu."
"Ya udah."
Senyum Anya terbit, ia lalu mengikuti langkah sang ibu menuju dapur.
"Gimana kandungan, Mbak?" Ibu Raka mulai angkat bicara memulai obrolan di sela-sela sibuk memasak. Dari awal kepindahan Raka, Ibu Raka memang kerap memanggilnya dengan sebutan 'Mbak', kontras dengan Raka yang dipanggilnya 'Bang'. Agak unik menurut Anya.
KAMU SEDANG MEMBACA
with Friend (END)
RomanceMereka teman baik, tapi suatu kejadian menimpa keduanya membuat keadaan berubah dalam satu kedipan mata. Raka harus menikahi Anya mau tidak mau, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan. Meski beberapa kali Anya terus menolak, berk...