35. WILL BE OKAY

47K 1.9K 54
                                    

Seperti judul babnya ‘will be okay’ hehe:)

Btw, tandai typo yee

***

Happy Reading^^

***

Raka berlari menyusuri koridor seperti orang kesetanan. Masa bodo dengan kakinya yang tidak menggunakan alas kaki, yang ada di pikirannya hanyalah Anya dan bayi yang dikandungnya.

Raka seperti orang gila sejak beberapa jam yang lalu. Apalagi saat mendapat kabar dari Mbak Yuni yang mengatakan sambil menangis, semakin menambah kepanikannya.

Sampai di ruangan yang ia cari. Raka melihat ada Mama Anya yang baru saja keluar ruangan. Sementara Mbak Yuni, Ibu, dan Papa yang duduk di ruang tunggu.

Kedatangannya seolah membawa kegaduhan. Raka yang dilandasi kepanikan itu langsung membuat mereka menoleh.

"Anya mana, Bu?"

"Ka---"

"Bu, Anya baik-baik saja, kan?"

Ibu membawa anaknya ke pelukan, menepuk beberapa kali punggung lebar anaknya itu. Raka semakin kalut. "Bu," lirihnya. "Anya ... baik-baik aja, kan?"

"Dengerin Ibu ngomong dulu, Nak. Ibu, kan, belum selesai ngomong." Ibu melepas pelukannya, lalu mulai menjelaskan, "Mbak Anya baik-baik aja. Anak kamu lahir prematur, perempuan. Cantik banget."

Gurat kaku di wajahnya pun memudar. Seketika beban di pundaknya seakan terangkat, pun dengan helaan napas panjangnya keluar.

"Raka boleh temui Anya?" Ibu tersenyum dan memberi anggukan singkat.

Raka kemudian berbalik. Dibukanya pintu ruangan di depan itu. Awalnya tangis Raka sudah mereda dan mulai lega, tapi begitu matanya menatap sosok Anya yang terbaring lemas dengan mata terpejam itu membuat mata Raka kembali memanas.

Raka menutup pintu pelan. Namun, mungkin karena itu, Anya dapat mendengarnya dan membuka mata pada akhirnya.

Senyum Raka terbit. "Hai," sapanya dan langsung merendahkan tubuh, menggenggam tangan Anya. Seketika air matanya lolos turun.

Anya balas tersenyum, tapi terasa begitu menyakitkan di mata Raka. "Kenapa nangis, sih?"

Bahkan suaranya saja terdengar begitu lemah, Raka tak kuasa menahan tangisnya.

"Lah? Tambah kejer?" Kekehan lemah Anya terdengar.

Raka berkali-kali mengecup punggung tangannya sembari digenggam erat.

"Dikasih kabar siapa?"

"Pentingkah itu?" Raka mendongak membalas tatapan Anya. Wanita itu malah terkekeh, tangannya lantas bergerak mengusap pipinya untuk menyeka air matanya.

"Sakit, ya? Capek?"

Anya mengangguk lemas. Matanya bahkan menyayu. "Lebih ke ngantuk, sih," ujarnya meringis.

"Iya, nanti tidur. Sebentar, ya. Aku masih kangen," balas Raka membuat Anya terkekeh lagi.

Ditangkupnya tangan dingin Anya, kemudian diciumnya berkali-kali. "Makasih udah bertahan, Sayang."

"Ah, ini kenapa, sih. Cengeng banget perasaan," gumam Raka menggerutu diri sendiri. Agak kesal dengan dirinya yang begitu cengeng akhir-akhir ini, padahal ia juga ingin terlihat keren dengan tidak menangis di depan Anya. "Sumpah, ya. Ini air matanya yang keluar sendiri," lanjutnya.

Anya tersenyum tipis. "Masa, sih?" Dan berkali-kali pula tangannya menyeka air mata Raka.

"Beneran, aku sebenarnya nggak mau nangis, tapi ini susah. Aku ... nggak bisa berhenti." Raka terisak, kepalanya semakin merunduk antara menyembunyikan tangisnya dan malu di hadapan Anya ia ternyata selemah ini.

with Friend (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang