Hallo, hehe keknya aku datang di waktu yang ngga tepat, huft:(
Dahlah penting up yekan, tandai typo gaiss
***
Happy Reading^^***
Dalam sebuah ruangan putih dengan bau khas obat-obatan yang langsung tercium begitu masuk itu, sosok Raka terbaring lemah. Matanya melirik ke arah pintu yang terbuka dan menampilkan sosok wanita paruh baya di sana yang tak lain adalah sang ibu.
Diam-diam Raka mendesah kecewa ibunya datang sendirian. Padahal ia sangat berharap begitu ia membuka mata, sosok wanita cantik yang kerap menjadi mimpi indahnya lah yang pertama ia lihat. Sungguh, Raka merindukan wanitanya.
Kalau saja sekarang ia sehat, Raka pasti akan berlari mencari ke manapun Anya berada, lalu memeluknya erat dan mengucapkan maafnya beribu kali. Sayangnya, kondisinya sekarang amat tidak memungkinkan.
Namun, saat mengarahkan matanya pada pintu ruangan yang sedikit terbuka itu, mata Raka melihat siluet bayangan yang amat familiar di matanya. Tanpa menduga lagi, Tak tahu siapa yang baru saja mengintipnya.
"Anya." Suara Raka terdengar lirih.
Raka lekas bergerak ingin bangkit dari tidurnya, sontak saja sang ibu datang mendekat dan menahan. "Mau ke mana, Bang?"
"Bu---" Raka mengarahkan tatapannya ke pintu. "Anya, Raka mau lihat Anya bentar, Bu."
Raka membatu, wajahnya menegang merasa sakit yang luar biasa pada kakinya. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. "B--Bu ... kaki Raka, kenapa?"
Sang ibu mencoba membaringkan Raka kembali. "Kata dokter kakimu luka cukup parah, untuk sementara waktu memang susah dibuat jalan, Bang. Jangan dipaksakan."
"Tapi, Bu." Napas Raka tertahan. "Raka ... mau ketemu sama Anya."
Sang ibu yang merasa iba kemudian mengambilkan minum. "Diminum dulu," ujarnya.
Raka menurut, meneguk minum yang disodorkan sang ibu, menghabiskannya hingga setengah.
"Ibu kecewa sama kamu. Sekalipun kalau kamu salah, Ibu tetap nggak membenarkan sikap kamu, Bang. Tapi untuk sekarang, Ibu nggak mau marah-marah dulu. Sebagai gantinya, Ibu nggak membiarkan kamu ketemu dulu sama Mbak Anya."
"Bu---" Raka ingin protes, tapi mengingat kesalahannya membuat Raka membungkam mulut lagi. Kepalanya lalu tertunduk, mengubur rasa rindunya dalam-dalam.
"Lagian ini bukan kemauan Ibu sepenuhnya, Mbak Anya sendiri yang minta."
Raka mengusap matanya yang mulai berair dengan kasar, betapa lemahnya ia sekarang jika menyangkut apapun tentang Anya. Mungkin siapapun yang melihatnya saat ini akan menertawakan kondisi Raka. Benar, dia memang patut disalahkan.
***
Dua hari setelahnya, tepat hari ini Anya boleh pulang setelah sekitar tiga hari ia dirawat di rumah sakit. Cukup melegakan untuk dirinya yang tak suka bau obat-obatan khas rumah sakit.
"Abis dari sini mau jalan-jalan dulu?"
Anya yang sibuk menatap langit di pagi hari itu menoleh, sosok Haidar datang membawa satu tas cukup besar, mungkin berisi barang-barangnya juga.
"Capek, mau langsung pulang."
"Dasar, nggak mau nemenin jalan-jalan dulu, nih?"
"Nggak, jalan-jalan aja sendiri sana."

KAMU SEDANG MEMBACA
with Friend (END)
RomanceMereka teman baik, tapi suatu kejadian menimpa keduanya membuat keadaan berubah dalam satu kedipan mata. Raka harus menikahi Anya mau tidak mau, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan. Meski beberapa kali Anya terus menolak, berk...