32. EAT

44.1K 1.9K 19
                                    

Hehe semingguan keknya ya. Sebagai gantinya, besok aku mau up lagi, tungguin yee

Ohya tandain kalau ada typo, thank u

***

Happy Reading^^

***

Anya bangun lebih awal dari biasanya. Bukan tanpa alasan sebenarnya. Karena begitu ia bangun, sosok Raka sudah tak ada di sampingnya. Kemudian ia juga mendengar suara lirihan seseorang yang terdengar seperti tangis.

Anya lantas cepat-cepat keluar kamar. Mengikat rambutnya sembarangan. Belum sempat cuci muka, Anya lebih dulu ke ruang tengah.

Sosok Raka di sana, tidak sendirian. Ada Ibu di sampingnya, tapi Ibu terlihat tidak baik-baik saja.

Ibu menangis, Raka mengusap bahu Ibu dan menenangkan di sampingnya.

Sadar akan kedatangannya, Raka mendongak saat netranya menemukan Anya.

"Ada apa?" Anya bertanya tanpa suara, hanya menggerakkan bibir. Raka tak menjawab, tapi memberi kode pada Anya agar duduk di sampingnya.

Anya diam saja masih mencerna apa yang sedang terjadi.

"Kenapa Ibu baru tau?" Sang ibu berlinang air mata, berbicara pada Raka.

"Raka antar ke rumah sakit, ya."

Ibu kemudian bangkit tanpa kata, menuju kamarnya, tapi Raka paham Ibu mengiyakan ucapannya barusan.

Raka lalu menoleh pada Anya, menjawab segala pertanyaan di kepala Anya. "Ibu tau semuanya, masalah Kak Hani."

Anya tersentak, matanya membulat samar. Terkejut, tentu saja. "Kok bisa?"

"Aku juga nggak tau." Raka mengangkat bahunya. "Aku sekarang mau antar Ibu ke rumah sakit. Kamu di rumah dulu nggak papa? Atau ayo ikut aja, deh."

Anya menggeleng. "Aku di rumah aja, titip bubur ayam, ya. Hehe."

Raka tersenyum, tangannya refleks terangkat mengacak puncak kepala Anya. "Siap. Bubur ayam doang?"

"Eum ... sama penjualnya, deh. Yang di depan komplek itu, lho, ganteng penjualnya. Mana masih muda." Anya tersipu sendiri.

Senyum Raka pun luntur seketika, begitu kontras dengan ekspresi wajahnya beberapa detik lalu. "Gantengan aku," balasnya.

"Iya, tapi mudanan Abang penjualnya. Hehe."

"Oh ya udah." Garis wajah Raka semakin masam. "Aku ke rumah sakit juga mau ketemu Lea."

Anya terkekeh, sama sekali tidak terganggu dengan hal tersebut. "Ya udah, sana hati-hati."

Raka terdiam, ujung bibirnya menurun. Tak lama kemudian ia menjatuhkan kepalanya di bahu Anya. "Kok nggak cemburu, sih?" ujarnya, samar-samar terdengar seperti rengekan anak kecil di telinga Anya, membuatnya terkekeh geli.

"Kenapa harus cemburu?" balas Anya.

"Ya, kan, aku mau ketemu cewek lain. Mantan pacar lagi."

"Ya, kan, cuma mantan. Dia bakal kalah sama aku yang istri kamu, kok."

Ada jeda sejenak selepas Anya berkata demikian, mungkin karena Raka memang membenarkan.

"Tapi aku cemburu," balas pria itu, semakin menenggelamkan wajahnya di leher Anya, bahkan hembusan napas hangatnya menerpa kulit leher Anya.

"Sama penjual bubur? Kamu yakin? Hei, dia bahkan kenal aku aja enggak. Kamu bisa cemburu padahal kamu tau aku punya kamu seutuhnya?"

Raka tak ambil suara, diam-diam tersenyum tipis. Perasaannya menghangat. "Bener, kamu cuma punyaku."

with Friend (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang