19. PAIN

50.4K 2.3K 28
                                    

Tandai typo ya guys

***

Happy Reading^^

***

Anya merogoh tasnya, mencari-cari letak ponsel yang tidak tersentuh sama sekali dari tadi. Begitu dihidupkan, ada telepon masuk dari ibu. Anya diam sejenak tak langsung menjawab, sampai sebuah tepukan ringan mendarat di pundaknya.

Anya menoleh, lalu menarik senyum tipisnya. Disty menyodorkan cup es teh pesanannya lalu mengambil duduk di samping Anya.

"Jadi gimana? Kamu mau ngehubungin Raka?"

Anya menggeleng sembari jari-jarinya memainkan cup es tehnya. Sampai sekarang ia belum berani menghidupkan data seluler yang mencegah terhubungnya dengan Raka, hanya ada telepon dari ibu mertua, itupun lewat telepon biasa.

"Ada telepon, tuh." Disty berujar mengedikkan dagu ke arah ponsel Anya yang menyala.

Sejenak perhatian Anya tersita. Bimbang ingin mengangkatnya atau tidak, Disty kembali berujar, "Selagi bukan Raka, angkat aja nggak papa, Nya."

Anya menurut, tak buruk juga menurutnya mengangkat telepon dari ibu.

"Halo, Bu?"

"Syukurlah, Alhamdulillah. Mbak Anya kenapa ditelpon dari tadi nggak diangkat? Masih di pesawatkah?"

Anya merunduk, meremat ujung bajunya. "Udah nggak, Bu. Ini aku udah di Jakarta."

"Ya udah, Ibu jemput, ya. Raka juga Ibu telpon nggak diangkat mulu."

Belum juga Anya menjawab lagi, sambungan lebih dulu dimatikan. Ia menoleh ke arah Disty yang menatapnya khawatir. Anya membalasnya dengan senyuman menenangkan. "Aku nggak papa," ujar Anya.

Selama perjalanan di pesawat tadi, Anya menceritakan sedikit kejadian beberapa bulan ini yang membuat hidupnya berbeda. Tentang Raka, kecelakaan hari itu, juga anak di kandungannya. Tentu saja menimbulkan keterkejutan bagi Disty, tapi setelah itu ia mencoba memahami dan memberi semangat pada Anya, walau tak jauh dari umpatan-umpatan ringan yang ditujukan pada Raka.

"Yuk, aku anter. Siapa tau jemputan kamu udah ada di depan." Disty membantunya membawakan beberapa barang bawaannya mengingat wanita itu hanya membawa tas.

"Thanks, Dis."

"Tenang aja, Nya. Kita temen dari dulu, kan. Biasa aja kali."

Tak membutuhkan waktu lama setelahnya mereka sampai di luar bandara. Anya mencari-cari di mana keberadaan sang ibu yang katanya diantar sopir mama Anya.

Sampai sebuah lambaian tangan menyita perhatian Anya. Ia lantas menoleh pada Disty. "Aku udah dijemput, thanks banget sekali lagi, Dis."

"Your Welcome, Nya. Beneran udah dijemput?"

"Iya."

"Oh, okey. Btw, aku minta nomor telepon mu, dong. Siapa tau nanti susah ketemu lagi, seenggaknya aku bisa ngehubungin kamu."

Anya memberikan nomor handphone-nya. Selesai dengan itu, Disty lalu pamit pergi, menelepon tunangannya untuk menjemput di bandara. Anya membalas lambaian tangan wanita itu sebelum melangkah menghampiri sang ibu.

"Bu." Anya mencium tangan ibu mertua yang dibalas elusan lembut di rambutnya.

Namun, kening sang ibu lantas berkerut baru menyadari Anya datang sendirian.

"Lho, Mbak. Raka-nya mana? Kok Mbak Anya sendirian?"

Anya berusaha tersenyum menunjukkan sisi tegarnya, walau kelopak matanya menyendu tak bisa menyembunyikan hal sedih yang tersorot di sana.

with Friend (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang