21. SICK

52.9K 2.2K 17
                                    

Demi apa pegel bgt nih tangan nulis dalam sekali duduk, tp gpp demi kalian nihಥ⁠‿⁠ಥ

Typo tandain Yee

***

Happy Reading^^

***

Anya merasa terganggu kala seseorang menaikkan selimutnya sampai dada. Menggerakkan jari-jarinya, Anya lantas melenguh samar dan membuka mata.

Seketika ia menyipitkan mata kala cahaya matahari menerobos jendela ruangan. Anya mendesis pelan, memegang kepalanya yang pusing bukan main, tapi ia memaksakan bangkit duduk.

"Mbak Anya." Seruan itu terdengar, segera Mbak Yuni menahan tubuh Anya yang hendak bangkit dan dibaringkan lagi. "Istirahat aja, Mbak. Mbak Anya masih capek."

Anya menepis pelan tangan Mbak Yuni, kembali memaksa tubuhnya untuk bangkit dan duduk bersandar pada tembok. Mbak Yuni sigap membantunya dan meletakkan bantal di belakang punggung Anya.

Mengedarkan pandangan, Anya mengernyit merasa asing dengan ruangan serba putih dan aroma yang sangat tidak ia sukai itu. Cukup besar memang, layaknya sebuah kamar. Dengan televisi dan peralatan cukup mewah lainnya.

"Kita di rumah sakit, Mbak. Pagi tadi Mbak Anya jatuh pingsan." Mbak Yuni menjelaskan merasa paham dengan ekspresi tanya Anya.

Bukan itu jawaban yang Anya mau sebenarnya. Menoleh kanan kiri, Anya mencari ponselnya yang barangkali berada di atas nakas tempat ranjang brankarnya berada.

"Handphone aku mana?"

Mbak Yuni jadi celingukan ikut mencari. "Nggak tau, Mbak. Mungkin dibawa ibu."

Helaan napas panjang Anya keluar setelah itu, yang tak luput dari pandangan Mbak Yuni yang menatapnya penuh prihatin. Anya yang biasanya tampil cerah kini berbeda drastis dengan Anya yang ada di depannya.

Kantung mata tercetak jelas dan menghitam, bibir pucat, dan sorot matanya meredup. Persis seperti orang tanpa semangat hidup.

"Mbak Anya mau saya kupasin buah? Itu apelnya kayak seger banget." Mbak Yuni sudah bangkit mengambil buah apel di nakas. Namun, gelengan kepala Anya menghentikan langkahnya.

"Mau minum?" Anya menggeleng lagi membuat Mbak Yuni diam kali ini.

"Mama mana, Mbak?"

"Nggak tau, Mbak. Tapi tadi di sini, kok. Cuma pamit bentar nggak tau ke mana."

"Ibu?"

Mbak Yuni menipiskan bibir, kepalnya tertunduk sedikit, takut salah bicara kali ini. "Nggak tau juga, Mbak."

Berita tadi pagi berputar-putar mengeliling ingatannya. Anya memejamkan mata, berusaha menghalau pikiran buruk dan rasa takutnya. Namun lagi-lagi, ia seperti manusia lemah dan tanpa kuasa yang hanya berusaha bertahan hidup.

"Mbak, boleh minta tolong nyalain tv?" Anya meminta bantuan, Mabk Yuni seketika menoleh tapi mengigit bibirnya ragu. Seolah tahu apa yang ada di pikiran Anya.

"Mbak Anya istirahat aja, tadi kata dokter Mbak Anya bener-bener butuh istirahat."

"Anya mau nonton televisi," ujar Anya tegas dan tak mau dibantah.

Terpaksa Mbak Yuni menuruti keinginan anak majikannya itu. Dalam hati meringis karena melanggar larangan yang sempat diingatkan majikannya tadi.

"Ada Upin Ipin episode baru, lho, Mbak? Mau coba nonton itu nggak?" Sembari menyalakan televisi, Mbak Yuni berujar. Mengingat Anya yang sering menonton kartun kembar botak itu.

with Friend (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang