Yang tadi siang itu kepencet gaiss hehe
***
Happy Reading^^
***
Keluar dari ruangan, Raka tak henti-hentinya menatap hasil USG di tangannya itu, senyum lebar Raka pun mengembang, matanya terus berkilat kagum dan penuh harap. Anya bahkan tak pernah melihat Raka yang seperti itu sebelumnya.
"Kata Dokter dia cewek," gumamnya pada Anya.
"Aku denger sendiri, nggak perlu kamu kasih tau." Tanpa mengkhawatirkan perasaan Raka, Anya menarik kasar hasil USG dari tangan Raka yang langsung melunturkan senyumnya.
Laki-laki itu menipiskan bibir, menatap sendu Anya yang sibuk dengan ponselnya yang berdering. Nama Disty terpampang di layar membuat Anya segera mengangkatnya.
"Biar aku yang ke sana, kamu tunggu sana aja. Bentar doang, kok." Suara Anya terdengar menjawab ucapan Disty dari seberang telepon.
Tak lama setelah sambungan terputus, Anya menyimpan ponselnya ke dalam tas lalu menoleh pada Raka. Tatapan keduanya bertemu, Anya segera mengalihkan pandangan seolah tak mau menatap manik mata sedih itu lama-lama.
"Ada yang mau kamu omongin, kan?"
Raka merunduk sesaat. "Mau di mana?"
"Di sini aja." Anya lebih dulu mengambil duduk di kursi tunggu yang sempat ditempatinya tadi bersama Disty. Raka yang melihat itu hanya menurut dan duduk di samping Anya.
"Biar aku dulu," sela Anya cepat sebelum Raka membuka mulut ingin memulai percakapan. Menurut lagi, Raka mengangguk membiarkan Anya bicara lebih dulu.
Anya meremat tali tas selempanganya sesaat, mencoba menguatkan diri sebelum akhirnya mendongak membalas tatapan mata sendu Raka dengan berani. "Ayo cari bahagia kita masing-masing."
Raka akan menduga percakapan seperti ini yang keluar dari mulut Anya. Ada jeda sesaat sebelum wanita itu melanjutkan, "Setelah anak ini lahir, aku mau pulang ke rumah Mama."
Rahang Raka mengeras, tangannya mengepal di sisi tubuh, sementara matanya memanas. "Nya---"
"Dalam arti lain, aku mau kita pisah setelah anak ini lahir."
"Anya---"
"Apapun alasan kamu yang aku dengar setelah ini, Ka. Terlepas dari kesalahan kamu hari itu, aku tetap nggak akan merubah keputusanku, aku capek kamu tahu itu."
Raka tercekat, tak bisa berkutik kali ini. Ia lebih memilih diam merunduk dalam. "Maaf," lirihnya.
"Iya, aku maafkan. Tapi tolong hargai keputusanku, izinkan aku pergi dari kamu setelah anak ini lahir. Aku nggak akan menghalangi kamu buat ketemu anak ini nantinya, karena bagaimanapun kamu ayahnya."
"Tapi apa aku nggak ada kesempatan kedua?"
Anya menipiskan bibir, menghindari tatapan sendu Raka. "Kesempatan kedua bukannya udah ada dari dulu? Kenapa kamu sia-siakan?"
"Aku minta maaf."
"Pada akhirnya kamu juga cuma bisa minta maaf lagi, kan?"
"Kamu benci sama aku?"
"Iya, tapi aku maafkan kesalahanmu. Aku akan tetap tinggal di rumah itu, setidaknya sampai anak ini lahir."
Bukannya Anya tidak memikirkan bagaimana nasib anaknya nanti hidup jauh dari seorang ayah. Dia punya ayah, tapi seperti tak punya.

KAMU SEDANG MEMBACA
with Friend (END)
Roman d'amourMereka teman baik, tapi suatu kejadian menimpa keduanya membuat keadaan berubah dalam satu kedipan mata. Raka harus menikahi Anya mau tidak mau, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan. Meski beberapa kali Anya terus menolak, berk...