6. INDECISION

74.4K 3.5K 33
                                    

Warna fav kalian apa?

***

Happy Reading^^

***

"Bu, Raka minta maaf." Raka langsung mengejar langkah sang ibu begitu memasuki pekarangan rumah. Namun, ibunya tetap acuh seolah memang tak mendengar teriakannya.

Digapainya tangan sang ibu, lalu diciumnya berkali-kali. "Maafin Raka, Bu."

Ibu Raka langsung menarik tangannya kembali, kekecewaannya telah menumpuk. Bahkan menatap sang anak saja pun enggan. Anak yang selalu ia bangga-banggakan karena tak pernah mengecewakan hatinya kini berubah dalam sekejap di matanya. Ia seperti tak kenal anaknya sendiri.

Hati Raka mencelos begitu sang ibu menarik tangan. Ia menunduk dalam. "Hari itu Raka nggak sadar, Bu. Raka khilaf."

"Ibu seperti kehilangan anak ibu sendiri." Sang Ibu menjawab dengan mata memanas. "Ibu seperti nggak kenal siapa itu Raka. Ibu pikir, Ibu tahu segalanya tentang kamu, Bang. Karena kamu memang anak ibu, nggak pernah sekalipun ibu berhenti mikiran anak ibu, nggak pernah, Bang."

Raka meremat ujung kaosnya, berharap dengan itu rasa sesaknya dapat terlampiaskan. Nyatanya tenggorokannya semakin tercekat memaksa air matanya untuk jatuh mengalir.

"Semenjak ayah nggak ada, ibu selalu lebih ketat jaga kamu. Ibu selalu mikirin kamu, mikirin gimana perasaan kamu, mikirin besok kamu makan apa. Karena cuma kamu satu-satunya yang ibu punya, Bang. Berharap dengan segala perhatian dan kasih sayang yang ibu kasih ke kamu bermanfaat. Ibu nggak minta apa-apa, apalagi imbalan. Ibu cuma minta kamu jadi anak yang baik, bukan buat ibu tapi buat kamu sendiri."

Dan Raka mengumpati dirinya sendiri sepanjang itu, melihat ibunya menangis karenanya. Ya Tuhan, begitu berdosanya ia.

"Tapi begitu denger kabar itu, Ibu rasanya gagal didik anak ibu sendiri. Ibu merasa bersalah sama ayahmu karena nggak becus menjaga anaknya. Ibu seketika pengen ketemu ayah, Bang. Pengen berlutut dan sujud minta maaf sama ayahmu."

"Bu ...." Tubuh Raka meluruh, jatuh menumpukan lutut di hadapan sang ibu. "Maafin Raka."

Saat Raka hendak mencium kaki ibunya, lebih dulu sang ibu mencegahnya. Dipegangnya bahu Raka agar bangkit, Raka pun menurut.

"Bangun. Ibu minta kali ini jaga istri dan anak kamunantinya. Jaga dia sebagaimana ayahmu dulu menjagamu dan ibu. Jangan seperti ibu yang malah menggagalkannya." Ibu Raka berujar amat lembut.

Raka lantas memeluk ibunya. "Maafin Raka, Bu."

***

Dalam dua hari, persiapan pernikahan siap diadakan. Tentunya tak luput dari gunjingan para tetangga, yang menduga Anya hamil di luar nikah. Memang benar, itu fakta. Dugaan itu semakin menguat, mengingat keluarga Anya yang termasuk jejeran orang kaya dan terpandang, tapi pernikahan anaknya malah dilaksanakan sedikit mendadak dan sangat sederhana.

Seharian itu pula Anya hanya meringkuk di atas kasur, menatap kosong ke arah jendela yang menampilkan dunia luar yang begitu cerah. Sangat indah.

Sepanjang itu pula ia melamun, ponselnya terus berdering. Bukan hanya sekali dan ia jelas tahu siapa yang menelponnya berkali-kali itu.

TING!

Barulah saat derin telepon terhenti, Anya sedikit tertarik dengan pesan yang masuk itu. Tetap dadi orang yang sama, tentu saja.

[Room chat : Byan<3]

Byan<3 : Anyaa, are you okay? Please angkat telpon kalau aku ada salah

with Friend (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang