16. DECISION

58.7K 3.1K 42
                                        

Tadi lupa kasih judul weey•́⁠ ⁠ ⁠‿⁠ ⁠,⁠•̀

Duh aku ngilang berapa hari nih, sorry gaess

Tandai kalau ada typo yee

***

Happy Reading^^

***

Selepas perginya Raka, Byan tak menyia-nyiakan waktu. Meraih tangan Anya, seolah melupakan status baru cewek itu. Anya yang tak nyaman pun menepisnya pelan. "By, aku---"

"Pertanyaan aku belum kamu jawab, lho. Kamu apa kabar?"

Mata Anya memejam, ia melirik ke arah pintu. Jantungnya berdegup kencang, bukan sebuah degupan seperti dulu saat melihat senyum Byan, melainkan degupan takut akan Raka yang marah setelah ini.

"Aku ... baik, selalu baik."

Byan menarik senyumnya. "Aku dari Singapore langsung ke sini, lho. Cuma buat ketemu kamu. Nggak mau suruh aku masuk dulu?"

"Sorry, By. Aku---"

"Ya udah, duduk sini aja." Byan menarik lengan Anya agar duduk di kursi teras depan rumah. Anya menurut, tapi segera melepaskan tangan Byan dari lengannya.

Byan masih mempertahankan senyumnya. "Aku ke sini nagih jawaban kamu." Ia merunduk sejenak. "Aku bakal terima keputusan kamu apapun itu."

Terlihat ekspresi bingung yang ditujukan Anya. "Jawaban?" beonya.

"Iya, kamu baca surat aku, kan?"

Kening Anya semakin berkerut. "Surat? Surat apa? Kamu ada kirim surat?"

"Iya, kan? Nomor aku kamu block, aku nggak bisa kirim chat." Byan melunturkan senyum sesaat, matanya menyendu sedih. "Makanya aku kirim surat lewat Diana."

"Tapi Diana nggak kasih surat apapun dari kamu."

Gantian Byan yang terkejut, tapi sepenuhnya belum percaya. "Masa, sih? Dia bilang udah, kok. Suratnya terselip di boneka beruangnya."

"Boneka beruang---wait, maksud kamu ... boneka beruang pink itu?"

"Iya, udah kamu terima, kan?"

Anya mengatupkan bibirnya terdiam. Seingatnya hanya boneka beruang yang ia terima dari kotak yang katanya dari Diana kala itu, tidak terselip surat atau apapun di sana.

Anya mengerutkan kening mencoba mengingat. Ataukah surat itu ada di tangan Raka? Mengingat dari Raka-lah ia menerima.

"Nya?"

Suara Byan terdengar lagi membuyarkan lamunan singkat Anya.

Tak mau menambah masalah, Anya mengangguk. "Iya, aku terima, kok. Tapi belum aku baca, sorry."

Bahu Byan merosot kecewa, tapi tak lama senyumnya terbit lagi. "Ya udah, aku ulang aja isi suratnya, ya. Kamu ... bener-nggak bisa sama aku?"

Anya menautkan jemarinya, memainkan ujung jaket milik Raka yang dikenakannya. "Apa yang bikin kamu sebegitu ngototnya, By? Aku udah ada Raka. I'm so sorry. Lagipula, aku hamil." Anya merunduk mengusap pelan perutnya. Ada kesedihan tersirat di nada bicara Anya.

"Dia ... butuh sosok ayah."

"Aku bisa jadi sosok ayah yang dibutuhkan."

Menggeleng, Anya menggigit bibirnya menahan isakan yang nyaris lolos. "Dia butuh ayah kandung, By."

with Friend (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang