27. BEGINNING

49.8K 2.1K 35
                                    

Hallow, pa kabar? Maaf ilang-ilangan yee

Noted kalau ada typo~

***

Happy Reading^^

***

Mendengar suara langkah dari arah belakangnya, Anya yang sedang memasak itu lalu menoleh. Sosok Raka melangkah membuka kulkas.

Begitu merasa ada sosok lain selain dirinya di dapur, Raka mendongak, seketika matanya bertemu dengan mata Anya.

Anya sontak melotot, mengacungkan spatula di tangan. "Apa?!" ujarnya galak.

Raka terjingkat, lalu terkekeh geli melihat itu. "Apa? Aku mau ambil minum, nggak lihat kah?"

Perlahan Anya menurunkan spatula di tangannya, kembali fokus masak walau dalam hati terus menerka-nerka apa yang dilakukan Raka yang masih berkutat dengan kulkas dan tak pergi-pergi dari sana. Bahkan setelah itu ia bisa mendengar suara decitan kursi, itu artinya Raka memilih diam duduk di kursi meja makan. Sial.

"Santai aja, Sayang. Nggak usah gugup gitu, masak aja biasa. Tenang, aku nggak gigit kok." Suara Raka terdengar. "Mungkin tadi malam aja," lanjutnya, kali ini dengan nada pelan tapi mampu membuat Anya melotot di tempatnya. Meski begitu Anya tetap berusaha fokus memasak walau yakin betul Raka sedang menatap dirinya.

Tiba-tiba Taka bangkit, mendekat ke arahnya, bahkan mengambil celah dengan meletakkan tangannya mengukung tubuh Anya dari belakang. "Aku mau bantu," ujarnya

"Nggak usah, kamu bisa duduk aja. Kaki kamu masih sakit."

"Udah nggak," elaknya dan semakin mengikis jarak antara dirinya dan Anya.

Anya mencibir, lalu mencoba mendorong Raka agar sedikit memberinya ruang. "Minggir dulu aku mau ambil garam."

"Aku ambilin." Tanpa melepas kungkungannya, tangan Raka dengan cekatan terangkat mengambil garam dan meletakkannya di depan Anya. "Udah, kan? Butuh apa lagi?"

"Nggak butuh apa-apa. Kamu minggir dulu, deh. Aku nggak bisa gerak, tau! Aku, kan, mau masak."

Raka menurut kali ini, memberi ruang untuk Anya lebih lebar. Raka memilih menikmati wajah serius Anya ketika sibuk memasak.

Jeda sejenak Raka melangkah pergi membuat Anya bisa bernapas lega, karena kehadiran laki-laki yang seakan memantaunya membuat Anya tak bisa bebas dan leluasa.

Namun, beberapa saat Raka datang lagi. Entah dari mana, ia membawa kameranya, memotret wajah Anya yang serius memasak.

"Ih, main foto-foto aja!" seru Anya tak terima, sembari kembali mengacungkan spatula sebagai bahan ancaman.

Katika Anya ingin merampas kamera dari tangan Raka, laki-laki itu dengan gesit menghindar. Gelak tawa terdengar di dapur saat itu.

"Lucu, tau!" Raka menimpali, masih mempertahankan kameranya.

Anya mengecilkan api sejenak, lalu berbalik berniat mengejar Raka. "Hapus, nggak! Raka, heh!"

"Hei, jangan lari-lari!" Menyadari Anya yang akan berbalik mengejarnya demi mendapatkan sebuah kamera di tangannya, Raka bukan menghindar tapi dengan jantungnya yang bertalu-talu, ia gesit mendekat, menahan Anya yang akan mengejarnya.

"Oke, oke. Ini aku hapus." Raka mengalah, memperlihatkan layar kamera dan menghapus foto Anya.

"Iseng banget, sih!" Anya memajukan bibirnya.

with Friend (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang