17. BLUSHING

59.1K 2.6K 28
                                    

Tandai typo ya gais

***

Happy Reading^^

***

Sepulang kerja malam itu, Raka langsung mencari keberadaan Anya di dapur. Cowok itu mendapati Anya yang terduduk lesu di kursi makan. Melangkah mendekat, Raka langsung mengalungkan tangannya merangkul Anya dari belakang.

Anya cukup terkejut, tapi mampu menguasai ekspresinya. Ia menoleh dan langsung disambut ciuman di pipi oleh Raka.

"Kenapa ngelamun?" tanya Raka saat menjauhkan wajahnya dan mengambil kursi tepat di samping Anya.

"Nggak papa." Anya menunjuk makanan di atas meja. "Maaf, ya. Cuma masak tempe sama ikan."

Raka menoleh, tersenyum kecil jadi merasa bersalah. "Aku yang harusnya minta maaf. Aku baru kerja, sementara tabunganku udah abis. Maaf yang sebelumnya kamu bisa makan apa aja tinggal minta, sekarang jadi harus pilih makanan."

"Kamu juga pasti capek, tapi begitu sampai rumah aku cuma masak ini doang."

Tangan Raka terulur merapikan rambut Anya yang berantakan. "Kan memang adanya itu, Sayang. Salah aku belum kasih uang buat belanja. Maafin, ya. Nanti kalau aku udah digaji, kita makan enak."

Anya mengangguk. Ada perasaan bersalah besar dalam hati Raka, melihat Anya yang mendadak harus hidup susah selepas tinggal bersamanya.

"Apa aku berhenti kuliah aja, ya? Mumpung belum terlalu jauh?" ujar Raka meminta pendapat. "Biar aku bisa fokus kerja juga. Nggak adil rasanya kamu berhenti kuliah dan terpaksa ngubur mimpi kamu, sementara aku tetap lanjut."

Anya menatap mata sendu itu. Tangannya terangkat meraih tangan Raka. "Aku dukung apapun keputusan kamu."

Seketika Raka menarik senyumya. Kegelisahannya sedikit menguap terobati. "Duh, jadi terharu."

"Apa, sih, alay." Anya melepaskan tangannya. "Buruan makan, gih!"

"Suapin."

"Dih?" Anya menoleh dengan delikan. "Siapa kamu? Anak kecil emang?"

Bukannya tersinggung, ia malah membuka mulut. "Ayo suapin, aaa!"

Menghela napas panjang, Anya akhirnya menurut saja. Daripada masalah jadi panjang seperti tadi pagi.

***

Hari itu, keduanya ditemani ibu Raka untuk cek kandungan untuk kedua kalinya. Seperti sebelumnya, dokter pun mengatakan ibu dan janinnya dalam keadaan sehat. Mereka bersyukur untuk itu.

Sebelum pulang pun akhirnya sengaja makan di sebuah warung tak jauh dari rumah. Dulunya, warung itu menjadi langganan keluarga Raka, bahkan pemiliknya pun mengenal baik ibu dan almarhum ayah Raka.

"Raka mau ke toilet dulu bentar, ya." Setelah pesan, cowok itu langsung pamit menuju toilet meninggalkan Anya dan sang ibu di sana.

"Ada ngerasain ngidam nggak, Mbak?"

Anya menggeleng. "Justru Raka yang ngerasain, Bu. Waktu itu dia pernah minta bubur jagung pagi-pagi buta. Sempat muntah juga."

"Oh ya?" Ibu memajukan tubuhnya, tampak tertarik dengan pembicaraan. "Akhirnya dia ngerasain gimana rasanya jadi ibu waktu ngandung dia dulu."

Anya terkekeh mendengarnya. "Nakal banget waktu di perut, ya, Bu?"

"Iya, Mbak. Malam-malam gitu suka tiba-tiba mual, terus nendang-nendang juga. Bandel banget, untung gedenya nggak nyusahin ibunya."

with Friend (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang