29. THE REASON

49.9K 2.2K 35
                                        

Aku barusan dapat hidayah, makanya update hehe

Sorry ya, lama banget kan ya. Jujur baru pertama kali ngaret selama ini sihಥ⁠‿⁠ಥ

Aku mau pake jadwal aja deh, maybe tiap hari Jumat aku update.

Tandain kalau ada typo

***

Happy Reading^^

***

"Sini tiduran." Selesai membersihkan diri, Anya langsung ikut berbaring di samping Raka.

"Susu yang aku buatin tadi udah diminum?"

Anya mengangguk, lalu menjatuhkan kepalanya berbantalkan lengan Raka. Laki-laki itu lalu bergerak memeluk pinggangnya.

"Aku ... mulai dari mana, ya?" gumam Raka tampak berpikir, ia lalu melanjutkan. "Lea itu emang kakak tiri Rayna."

Raka memilih langsung to the point, bingung juga harus memulai dari mana. Sebab dari lama juga ia ingin menjelaskan perkara ini pada Anya, hingga kesalahan-pahaman yang terjadi di Bandara kala itu. Ah, bukan. Itu memang kesalahannya.

"Mamanya Rayna, nikah sama Papanya Lea. Yang dari pernikahan itu, aslinya nggak dikasih restu sama Ibu, tapi Kak Hani tetap ngotot dan akhirnya nikah di luar negeri," jelas Raka panjang lebar, menyebutkan sosok Hani, kakaknya.

"Ibu kecewa sama Kak Hani, itu pasti. Sempat bertengkar hebat juga sebelum Kak Hani memutuskan pergi dari rumah. Walau Kak Hani udah minta maaf pas lahirnya Rayna, tapi tetap aja, aku ngerasa Ibu masih sekecewa itu."

Tangan Raka lalu bergerak mencari tangan Anya, menggenggamnya. "Dan soal di Bandara saat itu, Nya ...." Raka menggantungkan ucapannya sejenak.

"Kak Hani mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Lea dapat kabar itu dan kebetulan dia di Jogja, jadi dia minta tolong sama aku. Dia pengen ke Singapura secepatnya. Dia panik banget, dia tau sehancur apa rumah tangga Kak Hani saat itu, dia ngerasa bersalah atas perbuatan papanya."

"Dan ketemu kamu hari itu?" Anya balas menggenggam tangan Raka.

Raka mengangguk. "Iya, dia cerita semuanya. Aku kalut, aku terlampau khawatir sama Kak Hani sampai-sampai aku lupain kamu sama Baby. Aku minta maaf."

Anya terus menatap Raka yang menunduk dalam diam. Sampai isakan laki-laki itu lolos, Raka tak pernah segan-segan mengeluarkan air mata di hadapannya, walau kadang pun ia merasa malu karena menangis begini.

"Baby pasti benci sama aku, sama kayak kamu yang benci sama aku. Maaf, ya." Raka menjatuhkan wajahnya di pundak Anya, menyembunyikan tangisnya.

"Kata Baby dimaafin, asal jangan diulangi lagi. Aku nggak marah saat itu kalau kamu bilang dulu sama aku, Ka. Sekalipun kamu tetap ke Singapura sama Lea saat itu, kalau kamu bilang dulu pun, aku tetap kasih ijin."

"Iya, maaf."

"Udah, udah." Anya menepuk-nepuk punggung Raka menenangkan. "Malu, dong, sama Baby. Udah gede gini masih nangis mulu."

"Aku, kan, sedih."

Anya terkekeh geli. Raka mengangkat wajah, membuat Anya semakin terkekeh saat hidung dan mata memerah Raka tampak lucu di matanya.

"Iya, tau. Siapa yang bilang kamu seneng? Kan kamu nggak ketawa."

Raka mencebik, semakin jengkel diejek Anya begitu. "Usapin air matanya," lirih laki-laki itu, yang entah kenapa terdengar seperti rengekan manja di mata Anya.

"Jangan kayak anak kecil, plis. Kamu udah mau punya anak," ujar Anya, walau tak menampik tangannya yang menurut dan mengusap pipi Raka, menghapus air matanya.

with Friend (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang