25. PRETEND

47.8K 2.2K 21
                                    

Hallow, mana yang kangen nih? Sori bgt yaa, ngaret beberapa minggu, sbgai gantinya ini part manis-manis aja dulu

Noted kalau ada typo yaa

***

Happy Reading^^

***

Anya membantu menuntun Raka sampai merebahkan di ranjang kamarnya. Sampai kondisinya benar-benar memulih, Raka sementara waktu tinggal di rumah ibunya. Padahal bisa saja Raka memilih untuk pulang ke rumahnya sendiri, sebab dengan itu artinya Anya ikut pulang bersamanya.

"Aku haus, boleh ambilkan aku minum?" Ada jeda sejenak setelah Raka berkata demikian, ia lantas melanjutkan, "Kalau nggak mau nggak papa."

Anya tak langsung bangkit, ia lebih dulu merapikan selimut yang berantakan, lalu tanpa bicara keluar kamar. Raka pikir Anya pergi begitu saja, tapi beberapa saat kemudian Anya datang lagi dengan segelas teh hangat.

"Ibu yang buatkan," ujarnya sembari meletakkan gelas tersebut di atas nakas dekat tempat tidur, ia terlalu enggan mengulurkan pada Raka. Ia juga seakan menegaskan bahwa tak ingin merepotkan diri dengan membuatkan teh hangat untuknya.

"Makasih." Raka tersenyum tulus. Meneguk minumnya beberapa saat sembari memandangi Anya yang meletakkan dengan rapi baju-baju di lemarinya. Pemandangan itu membuat Raka membayangkan hari-hari lalu saat hubungannya dengan Anya baik-baik saja.

Saat selesai, Anya pun hendak keluar tanpa pamit. Cepat-cepat Raka memutar otak untuk menahan Anya lebih lama di sana.

"Kamu langsung pulang?"

"Aku capek." Jawaban singkat Anya menurunkan rasa percaya diri Raka.

"Oh, istirahat yang cukup, ya." Niat Raka menahan Anya lebih lama langsung luntur seketika.

"Tanpa kamu suruh." Anya menarik tasnya di sofa kecil ujung kamar lalu beranjak keluar. "Aku pamit," singkatnya.

***

Malam itu sayup-sayup Raka mendengar suara dari luar kamarnya. Dengan bantuan tongkatnya, ia bangkit dan beranjak keluar kamar.

Sang ibu bersama wanita yang hanya Raka lihat punggungnya itu berada di dapur, walau begitu Raka tetap mengenalinya. Anya selalu menjadi sosok yang Raka hapal di luar kepala.

Membawa sepiring lauk hasil masakan keduanya, Anya lantas berbalik. Sontak tatapan matanya jatuh pada Raka yang melangkah tertatih dan kesulitan.

Tak hati-hati, Raka nyaris terjatuh sebab tongkatnya yang menyenggol kursi meja makan. Beruntung Anya sigap datang dan menahannya.

"Ck, hati-hati." Walau dengan nada ketus, Anya tetap sabar menuntun Raka sampai duduk di kursi meja makan. "Duduk sini aja, diam," lanjutnya.

Raka menurut untuk duduk. "Kamu di sini? Dari kapan?" Wajah Raka mendongak menuntut balasan dari Anya.

Sayangnya, Anya acuh dan berbalik membantu ibu memasak. Raka menghela napas panjang dalam diamnya. Anya begitu dingin, dan ia benci fakta dinginnya Anya karena dirinya. Ternyata, malam itu Anya memilih ikut makan malam bersama di rumahnya.

Raka menarik senyum tipis saat menatap Anya begitu lahap dan semangat menyantap makanan, tapi saat Anya mendongak dan membalas tatapannya, Raka tergagap sendiri. Seperti maling yang kepergok, Raka mengalihkan tatapannya.

"Biar Ibu aja, Mbak." Ibu menahan tangan Anya yang hendak membawa piring-piring kotor ke tempat cucian.

Anya ingin balas menolak, tapi suara ketukan dari pintu utama terdengar. Senyum Anya lantas terbit. "Ada tamu, Bu. Ibu buka pintunya aja, biar Anya yang cuci piringnya."

with Friend (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang