Chapter 14

2.8K 195 27
                                    

Beberapa bulan sebelumnya ...

"Pak Anthony meminta saya buat bertemu dengan anak perempuannya. Apakah itu rencana Mamah?" Ashraf menatap ibunya dan usai meminum teh, wanita itu hanya tersenyum.

"Mah, bukannya saya pernah bilang, kalau saya nggak akan menikah?"

Wanita itu lantas menatap putra satu-satunya. "Ashraf ...."

Ashraf mengalihkan pandangannya ke luar jendela yang terbuka dan langsung mengarah ke taman panti.

"Ashraf, kamu mungkin pernah gagal, tapi bukan berarti kamu bisa menghukum diri kamu seperti itu ...."

"...."

"Mamah tidak mau melihat kamu kesepian, Nak. Kamu harus hidup bahagia, bersama pasangan kamu, anak-anak kamu, hingga tua nanti. Hidup kamu harus lebih baik dari mamah, Nak ...."

"Maaf, Mah. Saya nggak bisa."

Wanita itu lantas meraih tangan Ashraf untuk digenggamnya. "Ashraf ... bagaimana kalau itu adalah permintaan pertama dan terakhir mamah, sebelum mamah pergi untuk selamanya?"

Perkataan itu berhasil membuat Ashraf bergeming cukup lama, hingga akhirnya Ashraf pun menatap ibunya.

***

Saat ini ...

Tengah malam, Rine terbangun dari tidurnya. Ia melirik sisi kanannya, ternyata Ashraf tak berada di ranjang. Saat melihat jam di ponsel, waktu menunjukkan pukul 2 dini hari. Akhirnya Rine memutuskan untuk memeriksa ruang kerja Ashraf, dan benar saja, lelaki itu masih duduk termenung di kursi kerja menatap layar laptop-nya. Lelaki itu bahkan tak sadar bahwa kini Rine berdiri di ambang pintu sedang menatapnya. Rine berpikir, apakah Ashraf masih risau sehingga lelaki itu masih terjaga hingga larut malam seperti ini? Well, dari sorot matanya, ia memang seperti sedang memikirkan banyak hal. Lamunan Ashraf pun buyar ketika Rine mengetuk pintu, ia menatap Rine yang kini berjalan menghampirinya. Rine bersandar di meja kerja Ashraf, ia melirik laptop Ashraf yang masih menyala.

"Kerjaan kamu masih banyak?"

Ashraf menggeleng, ia sedikit mendongak untuk menatap Rine di hadapannya. "Kamu kenapa belum tidur?"

"Udah. Tapi tadi kebangun."

Ashraf lantas melihat jam dinding dan nampaknya lelaki itu baru menyadari waktu saat ini. Ia membuang napas panjang lalu merapihkan meja kerjanya. Gerakannya tiba-tiba terhenti, Ashraf terdiam sesaat.

"Rine?"

"Hm?"

Ashraf kembali terdiam cukup lama, ia terlihat berpikir kemudian menggelengkan kepalanya dan tersenyum samar.

"Ayo." Ajak Ashraf untuk keluar dari ruang kerjanya, sementara itu Rine hanya menatap Ashraf lekat. Dalam benaknya ia bertanya-tanya, apakah seberat itu hal yang mengusik pikirannya?

***

Waktu makan siang Rine dihabiskan bersama Moni untuk makan dan berkeliling di Mall. Tapi, tak lengkap rasanya jika hanya berkeliling tanpa membeli apapun, dan Rine pun memasuki salah satu toko untuk membeli reed diffuser. Ia memilih aroma yang menurutnya sesuai sebelum memutuskan untuk membeli.

"Kalau boleh tahu, untuk diletakkan di ruangan mana, Bu?" Tanya Pramuniaga yang mendampingi Rine.

"Buat di ruang kerja. Kira-kira aroma apa ya yang cocok? Tapi jangan yang strong, saya mau aromanya yang lembut dan bikin relax."

Hot and Cold ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang