Epilog

6.8K 252 62
                                    

Aku saranin bacanya sambil denger lagu itu biar nambah feel hehe

********

"Rine?"

Mata Rine mengerjap saat merasakan sentuhan lembut di bahunya. Ketika membuka mata, Rine melihat ibunya yang tengah memandangi dirinya dengan cemas. Ternyata mata Rine basah karena air mata. Perlahan Rine beranjak duduk seraya mengusap matanya. Ia melihat televisi yang masih menyala. Ternyata tanpa terasa dirinya tertidur di sofa.

"Sudah malam Rine ... pindah ke kamar ya?" Bujuk Natalie. Sementara Rine masih bergeming dalam diam mengingat-ingat apa yang membuatnya menangis dalam tidur.

"Tadi aku mimpi Ashraf, mom ...."

Bukan hal baru lagi untuk Natalie, apalagi semenjak Rine kembali tinggal bersamanya. Dia menjadi saksi betapa seringnya Rine menangis dalam tidurnya. Entah mimpi seperti apa yang dialaminya, Rine tidak pernah menceritakannya secera spesifik.

Natalie turut sesak melihat kondisi Rine yang seperti ini. Betapa seringnya ia menahan air mata untuk tidak menangis di depan Rine, hanya agar membuat Rine kuat. Tidak hanya dirinya, Natalie meminta keluarganya—termasuk Ellen satu-satunya teman yang masih sering bertemu dengan Rine— agar tidak menunjukkan kesedihan di hadapan Rine. Hal itu dilakukan agar Rine tidak terus berlarut dalam kesedihannya.

Tanpa bertanya lebih banyak lagi, Natalie pun hanya mendekap Rine erat seraya mengelusnya lembut.

***

Tidak ada yang ingin melihat Rine terus menerus tenggelam dalam kesedihannya. Begitu pun dengan Rine, ia selalu berusaha menjalani hidupnya kembali dengan normal. Seperti dulu, ketika belum banyak hal yang terjadi. Tapi, setiap kali mengingat Ashraf, perasaan Rine langsung menjadi muram. Apa yang ia jalani sekarang terasa begitu fana. Rine tidak bisa bahagia sendiri, jika ia melakukannya, Rine merasa seperti meninggalkan Ashraf. Seolah Ashraf masih berjalan menyusuri lorong yang gelap, sementara Rine sudah keluar lebih dahulu.

"Rine, liat, ini kayaknya cocok banget deh buat lo." Ellen memasangkan dress di tubuh Rine, memandangnya dari atas hingga bawah seraya membayangkan Rine memakainya.

Rine hanya bergeming. Harusnya ia tidak pergi ke Paris. Semua hal di sini hanya akan mengingatkan dirinya dengan Ashraf.

"Atau yang ini, Rine?" Ellen memasangkan dress lain.

"Gue lebih suka yang pertama," ucap Rine. Kini gairah untuk berbelanja tidak seperti dulu.

"Oke. Habis ini lo mau makan di mana?" Ellen memasukkannya dalam tas belanja. Keduanya melangkah untuk lanjut melihat-lihat koleksi pakaian di dalam butik.

"Gue mau balik ke Hotel aja."

Ellen melirik. "Rine ... come on, kita udah hampir seminggu di Paris. Masa lo mau di Hotel terus?" Ia mengait lengan Rine. "Kan lo bilang mau holiday ...."

Rine menghela napas panjang. "Iya. Tapi seharusnya gue nggak ngajak lo ke sini, El. Paris ngingetin gue sama Ashraf ...."

"Rine ...."

Rine hanya terdiam menatap ke depan sampai akhirnya Ellen menghela napas pendek.

"Rine. Lo boleh, mau mengingat Ashraf sepuas lo, silahkan. Tapi lo harus inget, lo juga punya kehidupan sendiri Rine ...."

Mata Rine membalas tatapan Ellen. "Ya tapi hidup gue itu Ashraf, El. Gimana gue bisa lanjutin hidup sementara pusat dunia gue menghilang?"

Sontak Ellen terdiam. Ia menunduk sejenak dan kembali menatap Rine lekat. "Oke. Sekarang, ajak gue ke semua tempat yang pernah lo dan Ashraf kunjungi. Ceritain ke gue semua kenangan yang pernah kalian lalui di sini."

Hot and Cold ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang