Chapter 9

3.3K 156 13
                                    

Anthony duduk bersebelahan dengan seorang wanita yang mengenakan pakaian pasien. Rambut tipis wanita itu hampir seluruhnya sudah memutih, tubuhnya kurus, keriput di wajahnya terlihat cukup jelas, meski sorot matanya sayu, namun tergurat senyum tipis di bibirnya.

Pandangan Anthony dan wanita itu menatap ke sekeliling taman yang terdapat di Pusat Rehabilitasi untuk pengidap kanker. Pemandangan hijau di taman tersebut begitu menyegarkan mata, udara yang sejuk juga turut membuat pikiran terasa tenang.

"Terima kasih, Anthony ...." Wanita itu berucap membuat Anthony meliriknya lewat ekor mata.

"Mbak sudah berkali-kali mengatakan itu kepada saya."

Dia tersenyum hingga membuat matanya sedikit menyipit. "Berkat kamu, pikiran saya menjadi tenang. Kini saya tidak perlu lagi mengkhawatirkan masa depan Ashraf. Sekarang, saya bisa pergi tanpa penyesalan, Anthony."

Wajah Anthony menatap sendu, sudah sangat lama ia mengenal wanita di sebelahnya itu. Bahkan, Anthony sudah menganggap dia seperti kakaknya sendiri. Wanita itu banyak membantu Anthony selama ini, ia begitu berkontribusi pada kesuksesan yang diraih oleh Anthony selama ini. Masih teringat jelas dalam banyangan Anthony, bagaimana penampilan wanita itu ketika masih muda dan sehat. Ia begitu cantik dan sangat dikagumi pada masanya. Dia sangat diagung-agungnya di era kejayaannya sebagai aktris bertalenta Indonesia. Tapi kini, namanya hanyalah legenda hidup yang secara perlahan mulai dilupakan oleh orang-orang.

"Mbak ... aku yakin Mbak pasti akan sembuh."

Dia kembali tersenyum, seolah penghiburan atau kata-kata penyemangat apapun tidak lagi berefek untuknya.

"Thony, sudah tidak ada harapan untuk saya ...."

Anthony mengalihkan pandangan untuk menyembunyikan wajah getirnya. Ia tahu, penyakit wanita itu memang sudah sangat parah, bahkan menurut dokter harapan hidupnya hanya tinggal beberapa bulan saja. Namun tetap saja, Anthony tidak ingin melihatnya patah semangat, setidaknya dia ingin wanita itu menjalani sisa-sisa hidupnya dengan bahagia.

"Tapi, sekarang saya benar-benar bahagia. Sungguh. Saya tidak perlu takut lagi, membayangkan Ashraf hidup sendiri. Kini sudah ada Florine di sisinya."

"...."

"Selama ini, yang saya khawatirkan hanya Ashraf. Sudah banyak yang dilalui olehnya, terlebih sejak perceraian saya dan Papah-nya. Dari kecil, dia harus tumbuh tanpa sosok ibu di sisinya. Meski begitu, dia tak pernah membenci saya sedikit pun."

"...."

"Ashraf sudah tumbuh dewasa dengan baik."

Anthony kembali menatap wanita itu kemudian tersenyum tipis. "Kalau dia tidak baik, saya nggak mungkin membiarkan dia menikahi Florine, sekali pun dia anak mbak."

Ucapan Anthony berhasil membuat wanita itu tertawa. Ia lalu meletakkan tangannya di atas punggung tangan Anthony. "Terima kasih banyak ... terima kasih, Anthony ...."

Anthony pun mengangguk seraya tersenyum tipis. "Sama-sama, Mbak ...."

***

Saat ini, Rine bersama beberapa teman-teman wanitanya sedang berenang di private pool milik salah satu temannya. Hanya ada mereka di tempat tersebut, siang itu mereka menghabiskan waktu untuk bersenang-senang.

Lelah berenang, mereka pun kini duduk di kursi untuk menikmati makanan dan minuman yang sudah dipesan. Rine memakai bathrobe-nya, ia lalu bergabung mengobrol dengan mereka.

"Hahahh. Tapi kadang dunia itu nggak adil, iya nggak sih??"

"Why Tiara why?"

Hot and Cold ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang