Chapter 28

2.6K 198 26
                                    

Di ranjang kamar, Rine berbaring bersama Ashraf. Hanya selembar selimut yang menutupi keduanya. Tidak ada percakapan selain hembusan napas mereka yang teratur. Pandangan Ashraf pun hanya tertuju ke langit-langit kamar, lengan tangannya menjadi bantalan untuk Rine.

Perlahan Rine bangkit, ia memindahkan kepalanya untuk berbaring di atas dada Ashraf. Hal itu pun berhasil mengalihkan perhatian Ashraf.

"Aku penasaran, gimana suara detak jantung kamu kalo lagi sama aku."

Ashraf tersenyum menyeringai, ia tau maksud Rine melakukan hal tersebut adalah untuk menggoda dirinya, usai ungkapan yang ia katakan beberapa saat lalu. Tangan Ashraf berpindah mengelus lengan telanjang Rine.

"Waktu lihat kamu di acara talkshow kemarin, mata kamu berbinar setiap kali bicara soal film, and the way you speak, I can feel how passionate you are."

Ashraf tersenyum tipis. "Dead Poets Society, itu adalah film pertama yang aku lihat. Karena film itu juga, aku jadi tertarik untuk bekerja di industri perfilman."

Kepala Rine berpindah di lengan Ashraf agar bisa menatapnya. "Wow. Now I realize how old you are."

Perkataan Rine membuat Ashraf tertawa hingga matanya menyipit, sementara Rine hanya terpana melihatnya.

"Kamu sadar nggak? Belakangan ini kamu jadi sering ketawa gara-gara aku."

Ashraf memandang Rine dengan sisa senyum di bibirnya. Seakan baru menyadarinya, Ashraf pun terdiam seraya mengingat-ingat bagaimana dirinya akhir-akhir ini.

Rine mengelus pipi Ashraf dengan lembut, ia tersenyum. "Keep smile. I like the way you smile. Kamu kelihatan lebih bersahabat dan ramah."

Kedua alis Ashraf terangkat. "Emang selama ini aku gimana?"

"Galak. Apalagi kalo marah."

"I'm sorry. I will be more gentle with you."

"Tapi aku juga suka emosional sih. Aku minta maaf ya?"

Ashraf menahan tawanya seraya memejamkan mata. Ia kemudian mengangguk-angguk.

"I love you," ungkap Rine dan Ashraf hanya tersenyum, ia merengkuh tubuh Rine dengan erat.

"I know."

***

Pagi hari, Rine terbangun lebih dulu. Ia tersenyum tipis melihat Ashraf yang masih terlelap. Rine mengelus surai hitam lelaki itu dan kemudian turun dari ranjang, mengambil kemeja Ashraf yang tergeletak lalu memakainya. Rine pergi menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.

Hampir tiga puluh menit Rine berkutat di dapur, dan saat itu juga Ashraf berjalan menuruni tangga. Dari arah dapur dirinya mendengar musik yang berputar, terlihat Rine yang sedang memasak seraya menari-nari kecil. Pemandangan tersebut membuat Ashraf tak kuasa menahan senyumnya. Ternyata tersangka yang membuat dirinya kehilangan kemeja adalah Rine. Kemeja milik Ashraf terlihat kebesaran di tubuh ramping Rine, tapi entah mengapa itu cocok untuknya. Rine masih terlihat cantik dan seksi meski dengan wajah bare face-nya.

"Pagi," sapa Rine melirik Ashraf sekilas dengan senyumnya, sementara Ashraf duduk di kursi Bar, membuatnya bisa leluasa memperhatikan apa yang Rine lakukan.

"Pagi."

"Pas banget. Sarapannya udah jadi." Rine meletakkan sepiring pancake di depan Ashraf lalu menambahkan madu di atasnya. Ia kemudian membawa miliknya dan duduk di sebelah Ashraf.

Hot and Cold ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang