Chapter 29

2.6K 212 27
                                    

Usai makan siang—yang sama sekali tidak menarik dan jauh dari harapan Rine karena kehadiran Jessica—kini Ashraf dan Rine akhirnya sudah berada di dalam mobil untuk menuju suatu tempat. Rine masih belum membuka suara, ia hanya menatap ke luar jendela hingga Ashraf meraih tangannya.

Rine melirik Ashraf, melihat tatapannya membuat Rine tidak tega. Rasanya egois sekali jika ia melimpahkan kekesalannya kepada Ashraf. Rine percaya, ini semua pasti di luar kendalinya. Jika memang Ashraf memiliki tujuan lain untuk datang ke sini, dia tidak mungkin membiarkan Rine ikut dengannya.

Tak terasa Rine tertidur selama perjalanan, ia terbangun ketika Ashraf menyentuh bahunya dan beberapa kali memanggil namanya. Saat Rine membuka mata, ternyata ia sudah sampai di suatu tempat. Ashraf pun mengajaknya keluar, saat lelaki itu mengulurkan tangannya, Rine langsung meraihnya. Terlihat Frans dan Moni sudah berjalan lebih dulu di depan.

Tatapan Rine langsung terpana kagum melihat pemandangan Pantai Parangtritis di hadapannya. Deburan ombak, matahari yang sudah condong ke barat, dan langit berwarna oranye yang berefleksi di bibir pantai. Senyum tipis perlahan terukir di bibir Rine.

"Rine?" Ashraf memanggil Rine yang mematung terpukau.

Dari sekian pantai yang pernah Rine kunjungi, ia tidak pernah merasa setakjub ini. Apalagi melihat matahari yang hampir terbenam, langit yang bagaikan sebuah lukisan, serta Ashraf yang menggandeng tangannya, berdiri di hadapan Rine sedang menengok ke arahnya, itu semua bagaikan kombinasi mahakarya yang sempurna.

"Ayo." Ajak Ashraf untuk melanjutkan langkah dan langsung diangguki antusias oleh Rine.

Keduanya berjalan menyusuri bibir pantai dengan bergandengan tangan. Tiba-tiba muncul ide jahil di benak Rine. Ia melepas gandengan tangan juga sandalnya, saat ombak pantai datang, Rine mencipratkan air ke arah Ashraf dan itu berhasil membuat Ashraf terkejut. Tak ingin kalah, Ashraf pun membalasnya, ia mengejar Rine saat wanita itu berlari menghindarinya hingga Ashraf berhasil menangkap pinggang Rine dan merengkuhnya erat. Keduanya pun tertawa seraya saling menatap. Saat Rine mulai lengah, Ashraf tiba-tiba melangkah mundur dan berhasil mencipratkan air ke arah Rine.

"Ashraf!!" Rine berteriak saat melihat Ashraf berlari menghindarinya. Mereka pun berkejar-kejaran di bibir pantai bersamaan dengan matahari terbenam. Sore itu mereka layaknya anak kecil yang ada dalam tubuh orang dewasa. Melupakan sejenak beban yang ada di pundak masing-masing.

Dari kejauhan, Frans dan Moni berdiri memperhatikan Rine dan Ashraf. Selama bekerja dan mengenal Ashraf, sudah banyak hal yang mereka lewati bersama. Namun, Frans yang paling tahu bagaimana Ashraf. Meski tidak pernah bercerita mengenai masalah pribadinya, tapi Frans tahu, kapan Ashraf merasa bahagia, sedih, serta ketika Ashraf sedang menghadapi saat-saat tergelapnya.

"Ternyata Pak Ashraf belum berubah, Mon."

"Iya Pak. Saya ikut bahagia ngeliat Pak Ashraf bisa ketawa lepas lagi."

"Selama dua tahun terakhir, meskipun Pak Ashraf kelihatan baik-baik aja, itu bukan berarti dia bahagia, Mon. Saya yakin, diam-diam Pak Ashraf pasti berjuang untuk memulihkan sakit hatinya."

Moni mengangguk-angguk.

"Tapi saat ini, dengan kehadiran Ibu Rine, saya percaya kalau Pak Ashraf sudah bahagia sepenuhnya."

Moni tersenyum mendengarnya. "Pak Frans sadar nggak, kalau Mbak Rine dan Pak Ashraf itu kayak api dan es?"

Alis Frans mengerut, tak mengerti dengan maksud Moni.

Hot and Cold ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang