Chapter 11-

2.7K 106 4
                                    

Di ranjang tidurnya, melalui ponsel Rine melakukan pencarian di kolom internet menggunakan keyword Jessica Adiwangsa. Seketika muncul berbagai foto, biodata dan artikel dengan beragam judul mengenai wanita tersebut. Ia memiliki imej yang positif, tak ada satu pun berita negatif mengenai Jessica Adiwangsa, hanya ada mengenai torehan prestasi yang wanita itu raih dalam dunia perfilman. Bahkan yang paling terbaru adalah kemunculan dirinya dalam Festival Film Cannes. Iri? Tidak sama sekali, tapi kalau merasa minder? Sepertinya sedikit. Entah mengapa, jika dibandingkan dengan Jessica, Rine merasa jauh, ia tidak memiliki pencapaian apa-apa selama hidupnya. Jika ada, mungkin pecapaian terbesarnya adalah menghabiskan banyak uang milik orang tuanya. Tapi itu bukan hal yang patut untuk dibanggakan bukan?

Semakin kebawah, artikel yang muncul makin beragam. Salah satunya yaitu artikel berjudul "7 Fakta Menarik Aktris Jessica Adiwangsa, Nomor 5 Bikin Terkejut". Tanpa banyak berpikir, Rine pun membuka artikel tersebut, isinya mulai dari menyebutkan masa kecil Jessica yang ternyata sudah menjadi aktris sejak dini, lalu prestasi yang pernah diraih, bakat yang dimiliki, hingga mantan pacarnya. Rine menelan saliva ketika melihat potret masa lalu Ashraf dan Jessica, di artikel tersebut disebutkan bahwa keduanya pernah berpacaran selama enam tahun hingga kemudian memutuskan untuk menikah, namun pernikahan keduanya tiba-tiba batal tanpa disebutkan alasannya.

Lamunan Rine seketika buyar saat mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka, ia melihat Ashraf yang baru kembali dari ruang kerjanya, melangkah masuk dengan kacamata baca yang masih bertengger di hidung mancungnya. Rine mematikan ponselnya lalu beranjak duduk bersender seraya menunggu Ashraf. Dalam diam ia berpikir, jika memang benar alasan Jessica kembali ke Indonesia setelah sekian lama adalah karena memiliki project dengan Ashraf, apakah itu artinya mereka berdua akan sering bertemu?

"Kamu lagi mikiran apa?"

Rine mengerjap, ternyata kini Ashraf sudah duduk bersandar di sampingnya. Ia melihat lelaki itu sekilas, dan tanpa memberikan jawaban Rine hanya menggeleng. Ia lantas berbaring, disusul oleh Ashraf. Keduanya bersiap untuk tidur. Tapi, sepertinya tidak untuk Rine.

"Ashraf?"

"Hm?" Ashraf bergumam dengan mata terpejam.

"Mulai besok aku mau ikut kamu kerja."

Mata Ashraf kembali terbuka, ia melirik Rine lewat ekor matanya, seolah ingin memastikan apa yang didengarnya itu tak salah.

"Eh—jangan deh." Posisi Rine menyamping menghadap Ashraf. "Kasih aja aku kerjaan, apapun terserah kamu. Aku punya pengalaman kok dulu waktu kerja di kantor daddy."

"Rine. Jangan aneh-aneh."

"Aku serius. Aku bosen setiap hari nggak ngapa-ngapain. Semua orang di rumah ini punya pekerjaan masing-masing, sementara aku diem aja. Aku juga mau punya kesibukan, Ashraf."

Ashraf merubah posisinya menghadap Rine. "Tapi Rine—"

"Sstt." Rine membungkam bibir lelaki itu dengan jari telunjuknya. "Aku nggak mau denger ceramah kamu. Pokoknya aku mau kerja di kantor kamu. Titik." Ia lalu berbalik membelakangi Ashraf dan segera memejamkan matanya.

Ashraf hanya bisa terdiam memandang punggung Rine. Ia menghela napas panjang. Entah apa yang sedang wanita itu rencanakan sampai-sampai dia ingin bekerja di kantor Ashraf.

***

Esok paginya, ketika melihat Rine muncul di meja makan, perhatian Ashraf langsung tersita, menatap penampilan Rine dari atas hingga bawah. Miniskirt yang ia kenakan senada dengan blazer-nya, satu tangan Rine menenteng tas Birkin warna gold. Ashraf terdiam sejenak, meletakkan alat makan hingga Rine duduk di hadapannya.

Hot and Cold ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang