Reala : Dia putraku

10.9K 1K 34
                                    









Keadaan memanas, Frans mengeraskan rahangnya saat mendapat surat permohonan pengadopsian Arshalio Atraja.

Ada dua map yang berisi pernyataan sama, di tujukan untuk Frans Atraja dan Arshalio Atraja.

Meminta masing-masing pihak menanda tangani surat itu, yang mana jika mereka menanda tanganinya maka secara resmi Frans menyetujui pengadopsian putranya dan Arsha setuju untuk diadopsi.

Oleh siapa?

Tentu saja oleh Steven Atraja, pria itu benar-benar membuktikan ucapannya, pagi ini dia melayangkan surat pernyataan permohonan adopsi Arsha.

Secepat ini? Hei tidak ada yang tidak mungkin bisa Steven lakukan jika dia sudah bertekad. Inilah yang yang ditakuti oleh Frans, jika adiknya sudah mengatakan akan begini, maka dia akan benar-benar melakukannya.

Frans mengusap wajahnya kasar, dia merasa hampa. Apa yang sedang terjadi dengan keluarganya? Adiknya sendiri ingin merebut putranya, Aslan menghilang dan yang paling buruk Arsha belum juga sadarkan diri.

Merobek dua map itu, Frans membuangnya kasar ke tempat sampah. Tidak sudi dia memberikan Arsha pada siapapun, meski pada salah satu keluarganya sendiri.

Arsha hanya miliknya, hanya putranya, dia bukan putra orang lain. Biarkan Frans egois sekarang, dia ingin menebus semua kesalahannya pada Arsha, dia ingin benar-benar memerankan sosok seorang Ayah untuk Arsha.

"Maafkan Ayah, Ayah akan baik padamu baby"

"Jadi cepat bangun..." Mohon Frans seraya mengelus rambut Arsha.

Frans menepuk-nepuk pelan kepala Arsha, masih ada rasa canggung yang aneh saat dia berlaku lembut pada Arsha. Karena hari-harinya dulu banyak berisikan kebenciannya terhadap putranya sendiri, terhadap Arsha.

Tapi sekarang Frans hanya ingin Arsha berada di sisinya, tetap menjadi putra kecilnya.

"Ayah janji akan baik padamu Arsha, Ayah janji..." ucap Frans sembari membubuhkan beberapa ciuman di pipi dan kening Arsha.

Dia melihat wajah Arsha yang damai dalam tidur panjangnya, entah efek obat bius atau karena masih dalam keadaan pingsan.

"Ayah.."

Selena berdiri di ambang pintu, memperhatikan Frans. Perempuan itu masuk dan berjalan mendekati mereka, "Arsha belum bangun?"

"Belum, tunggulah disini. Ayah harus pergi"

"Mau kemana?"

"Menemui Paman Stev"

Selena mengangguk mengerti dan membiarkan Frans berlalu, dia duduk di kursi dan memperhatikan Arsha yang masih belum bangun sejak kemarin.

"Kenapa belum bangun Arsha? Kamu marah dengan kami?" Tanya Selena sendu, dia mengusap tangan Arsha yang berisi jarum infus.

Ada luka lebam yang menghiasi lengan kurus itu, Selena beralih menatap wajah Arsha yang juga memiliki lebam.

Perempuan itu menyingkap baju Arsha di bagian perut, ingin melihat seberapa banyak luka adiknya itu. Selena memejam ngeri kala melihat luka-luka di perut dan pinggang Arsha, dia kembali menutup bajunya dan menaikkan selimut Arsha  sampai ke dada.

"Maaf ya, Kakak gak berniat jahat sama kamu. Maaf sudah buat kamu menderita selama ini...maaf karena... karena Kakak hiks..hiks...kamu dibenci sama Ayah, sama Abang juga. Kakak salah Arsha!...salah! Maafin Kakak Arsha...udah jahat..udah rebut semuanya hiks.." Selana tidak bisa membendung tangisnya saat mengingat memori-memori lama.

Dia bersalah, seandainya sejak dulu Selena berbicara menggunakan mulutnya, bukan dengan tindakan tidak berarti yang dia lakukan.

Seandainya, Selena berani menjelaskan dan berani mengatakan pendapatnya tentang Arsha, tentu semua tidak akan sekacau ini.

Reala : Who? | REVISI |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang