Reala : kenapa?

15.7K 1.4K 17
                                    




Mobil berwarna dark purple itu melaju dengan kecepatan tinggi, deru mobilnya menjadi suara mengerikan di siang bolong.

Aslan memarkirkan mobilnya sembarangan, hampir saja dia menabrak salah satu pengunjung rumah sakit yang kebetulan lewat.

Orang itu memaki-maki si pengendara mobil yang arogan, tapi dia terdiam begitu yang keluar adalah Aslan Atraja, pemilik perusahaan properti ternama juga anak dari pemilik rumah sakit ini tentunya. Tangannya sudah gemetar karena takut, apalagi melihat banyak mobil hitam dan mobil polisi yang baru sampai. Tapi, Aslan Atraja hanya melewatinya saja, orang itu menghela nafas panjang karena dirinya tidak celaka, dia langsung pergi dengan cepat.

Telinganya tentu mendengar dengan jelas teriakan seseorang yang hampir dia tabrak, Namun Aslan tidak memperdulikan orang yang memakinya tadi, Aslan langsung keluar menuju ke dalam rumah sakit dengan Arsha yang masih berada di gendongannya.

"CEPAT PERIKSA ADIKKU!"

Steven yang merupakan seorang Dokter sekaligus paman Aslan, segera menghampiri Aslan yang berteriak marah. Para perawat dengan keadaan panik, secepat mungkin langsung memindahkan Arsha ke UGD, jangan sampai Aslan memarahi mereka.

"Aslan, tenang. Apa yang terjadi? Kenapa kau marah-marah seperti ini?" Steven

Dokter yang sekaligus menjadi paman Aslan itu menghela nafas saat pertanyaannya tidak mendapat jawaban apapun, Steven lantas meninggalkan Aslan yang masih berdiam diri di lobi rumah sakit.

Di ruang UGD , Arsha masih di periksa oleh seorang Dokter ahli. Kulitnya yang berwarna putih pucat itu semakin pucat dibuatnya, Wajahnya begitu tenang meski suara berisik memenuhi seisi ruangan saat para perawat bolak-balik mengambil peralatan.

"Jeff, biar aku yang melanjutkan"

Pria yang dipanggil Jeff itu menoleh ke arah pintu masuk yang berada di belakangnya, Steven langsung berjalan ke arah brankar yang berisikan Arsha, keponakannya.

"Biar aku saja, Sepertinya kali ini keluarga itu terlalu keras padanya"

Jeff mengutarakan pendapatnya tanpa diminta, jengah juga dirinya melihat Arsha yang diperlakukan seperti ini. Memang mereka menganggap anak di depannya ini apa? Bukankah dia juga bagian dari Atraja.

"Kau sudah memeriksanya? Bagaimana"

Menatap tepat pada wajah sahabatnya, Jeff menghela nafas. "Dia mengalami serangan panik, itu bisa terjadi karena trauma yang dia alami. Kurasa mentalnya terganggu"

Steven memandangi wajah Arsha meski tidak begitu jelas karena terhalang masker oksigen yang  menutupi sebagian wajahnya. "Benarkah itu?, Dulu dia baik-baik saja". Tangannya terulur mengelus rambut Arsha.

"Mungkin ini sudah batasnya Stev, dia masih kecil dan di perlakukan seperti itu".

"Haahh, kasihan sekali ".

Jeff lanjut memeriksa Arsha dan memberikan suntikan vitamin, ekor matanya melihat Steven yang masih memandang wajah Arsha, "Stev, kabari keluarganya".

Steven merogoh saku celananya, mengambil benda pipih berwarna hitam dan mengetik beberapa kata, Memilih mengirim pesan pada Frans ketimbang meneleponnya. Steven terkekeh geli saat pesan itu langsung dibaca oleh Frans, lihat saja Steven akan mengerjai Kakaknya itu dan sedikit bermain-main mungkin.

"Dia akan datang?"

Steven melirik Jeff, seulas senyum menghiasi wajah pria itu, "Tentu saja".

.
.
.


Saat ini Aslan dan Selena sedang berada di ruang rawat inap Arsha, menunggu pemuda itu membuka mata. Terhitung sudah sekitar 2 jam lebih mereka menunggu, tapi belum ada tanda-tanda Arsha sadar.

Aslan hanya bisa memandang Arsha dalam diam, wajahnya selalu datar dan tidak menunjukkan ekspresi yang berarti tapi tidak untuk perasaannya yang merasa cemas dengan adik kecilnya. setelah memberikan Arsha pada perawat tadi, Aslan masih belum berani mendekati Arsha lebih dekat lagi.

Tentu saja kejadian ini bukan sepenuhnya salah Aslan, Steven sempat menjelaskan padanya dan pada Selena kalau Arsha mengalami serangan panik yang tergolong dalam tahap berbahaya.

Di beberapa kasus hal ini bisa membuat seseorang yang mengalaminya terkena serangan jantung. Beruntungnya Arsha masih bisa mengendalikan perasaannya dan segera dibawa ke rumah sakit untuk ditangani.

Selena hanya menatap dalam diam, Aslan tidak sepenuhnya salah, bola matanya menjadi saksi saat Frans dan Abang-Abangnya melukai Arsha. Dan kenapa baru sekarang? Kenapa Arsha seperti sekarang? Dulu dia baik-baik saja dengan perlakuan kasar keluarga Atraja.

"Abang, kenapa Arsha bisa seperti ini?"

Melirik gadis disampingnya, bukankah dia sudah mendapat jawabannya.

Selena menoleh ke arah Aslan, tatapan itu tampak dalam seperti mencari kata yang tepat untuk dilontarkan.

"Maksudku, trauma apa yang membuat Arsha seperti sekarang?"

"Bukannya Abang dan Papa sering melakukan kekerasan ke Arsha, tapi dulu dia gak sampai seperti ini kan?"

Hatinya terasa nyeri saat mendengar Selena mengatakan dirinya dan Frans sering melakukan kekerasan pada Arsha, meski itu sebuah fakta tentunya.

"Jadi sakit mana yang membuat Arsha menjadi trauma?"

Aslan menatap adiknya itu, matanya menyiratkan ke khawatiran. Dengan wajah datar dia mencoba menenangkan Selena yang terus bergelut dengan pikirannya.

"Bersabarlah dan tanyakan nanti pada Arsha" ucapnya sembari mengelus rambut Selena yang panjang.

"Eumm pasti" gadis itu mengangguk lucu, dia beralih menatap wajah Arsha yang tertidur.

Saat akan beranjak untuk mendekat ke arah brankar Arsha, Selena dikejutkan dengan suara dobrakan yang sangat keras.

Brak!!

pintu itu terbuka  lebar dengan engsel yang yang ikut berderit ngilu. Pelaku pendobrakan adalah Frans, pria itu berjalan ke arah brankar Arsha dengan langkah lebar dan tergesa, dibelakangnya ada Arga yang juga melakukan hal yang sama seperti Frans.

Jelas sekali mereka sangat panik.

"Ayah kenapa?"

Frans terengah-engah, jantungnya berpacu lebih kencang dari biasanya. Dilihatnya Arsha yang masih menutup mata dengan dada yang perlahan naik turun, Frans mengernyit heran dengan apa yang dilihatnya sekarang.

"Ada apa Ayah?" Aslan bertanya pada Frans dan menatap wajah Arga dan Frans bergantian, mengapa mereka tampak panik sekali?

"Arsha masih hidup?"

Pertanyaan sarkas dari Arga mampu membuat Selena tergelak, Aslan hanya menampilkan wajah datar namun tak ayal dirinya juga kebingungan.

"Maksud Abang gimana?"

"Papa Steven bilang—" Arga bungkam, kata-kata yang ingin dia ucapkan tidak selesai membuat Selena menatap penuh selidik.

Mata tajam Arga seketika melebar "PAPA SIALAN!" Tangan itu mengepal.

Arga sudah tidak bisa menahan ucapannya, dia langsung mengumpati Steven. Dirinya dibuat jantungan saat bertemu Frans di lantai pertama rumah sakit, mengatakan bahwa Arsha sudah meninggal dunia

Dan pastinya pamannya itu sedang mengerjai Frans, tapi sayangnya Arga juga terjebak dalam tipuan itu.

Steven tertawa keras saat mendengar umpatan Arga yang terdengar keras, sepertinya Steven harus menjauh beberapa waktu kedepan.










Tbc.

Maaf ya, harusnya dari awal Frans itu dipanggil Ayah. tapi aku salah di satu bab sampai ke bab ini, dan sekarang sudah di revisi ya.

Frans Atraja ( status : ayah )

Steven Atraja ( status : paman/ papa )

Jeff ( status : teman Steven )

Reala : Who? | REVISI |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang