Reala : Delima

10K 1K 41
                                    





Arsha terus menggedor-gedor pintu besi berwarna perak itu, berteriak keras karena marah?

Siapa yang tidak marah, saat dia di paksa masuk ke dalam kotak besi sukuran lemari itu. Ya, setidaknya Arsha masih bisa bernafas dan bergerak dengan baik. Tapi ini tidak manusiawi!!

"ASLAN BAJ*NGAN!"

"BAJ*NGAAAN!"

"KELUARIN GUE! S*TAN!!"

"FVCK!" Umpatan terakhir Arsha, sebelum dirinya pasrah.

Arsha bersandar pada dinding besi itu, gelap dan sempit.

"Gue capek hahh" mengusap lehernya yang terasa sakit karena terlalu banyak teriak.

Arsha memejamkan matanya, dia ingat, bukankah dia bisa meminta perlindungan pada Astrida. Arsha sudah kepalang senang karena mengingat hal itu, tapi dia berubah murung saat dirinya lupa mantra yang diucapkan untuk memanggil Astrida.

"Apa yak? Besoin Lepa...? Lepa apaan ya?"

Sedari tadi Arsha mendumel sendiri, mencoba mengingat kata-kata itu.

|Besoin levantara, Besoin Astrildia Astrida|

"Lepatra?"

"Lepanra..?"

"Leparta?"

Ucap Arsha menduga-duga. Kepalanya berdenyut sakit saat tidak ada satupun kata yang menurutnya tepat.

"Au ah pusing pala pangeran"

Arsha memandangi langit-langit lemari besi itu, meski tidak terlihat karena gelap. "Keluarga lo kaya' pup Dog"

"Bisa kena mental illness gue lama-lama, entar gue mau pergi aja ah. Jauh-jauh, gak mau kaya' lo yang mau-mau aja tinggal sama keluarga iblis ini"

Oceh Arsha pada Arshalio yang mungkin bisa mendengarnya di alam sana.

"Keluarga lo lucu juga ya Arshalio. Giliran lo ada malah di bully, nanti pas udah koid baru deh nyariin sambil minta maap"

"Tapi kan lo udah koid beneran hehehe"

"Keluarga lo itu bahkan nangis-nangis gara-gara gak di maapin, lo liat semuanya kan? Lo kalo gak bisa balik ke ini badan, seenggaknya gentayangin mereka gitu, biar lo berguna dikit jadi arwah".

Arsha kemudian diam karena merasa lelah berbicara, dia mencari posisi nyaman untuk tidur, meski kakinya harus ditekuk.

Saat matanya akan terpejam, tiba-tiba tenggorokannya terasa terbakar, panas dan kering secara bersamaan.

"G-gue k-na-pa?"

"Akh! P-anas"

"Hiks! Aaah! Argh!" Rancau Arsha sembari memegangi lehernya yang terasa terbakar.

"Uhuk! UHUK!"

Tak lama dari itu, Arsha terbatuk-batuk keras membuat lehernya lebih sakit.

"UHUK! HUK! HOEKK!"

"HOEK! EOK!"

Arsha memuntahkan cairan entah apa, yang pasti itu sangat banyak, bahkan sampai menggenang.

Aroma amis mulai tercium, Arsha mengernyit heran. Dia muntah darah?

Lehernya tidak lagi terasa sakit, namun hal itu berganti dengan Arsha yang memuntahkan banyak darah. Darah itu merembes keluar lemari, mengotori lantai marmer dan menciptakan genangan.

Apakah ini efek dari dia yang meminum darah Astrida? Sang malaikat pelindungnya?

Astrida sendiri sudah mengatakan akan ada resiko saat Arsha meminum darahnya sebagai bentuk pengikat pelindung dan terlindung, tapi Arsha tidak menyangka hal itu akan terjadi sekarang, ini terlalu cepat.

Saat ini dia memang tidak merasa terbakar atau kesakitan, tapi darahnya terus keluar seperti sedang dikuras. Lama kelamaan Arsha menjadi lemas, dia tidak bisa bergerak atau berbicara sepatah katapun.

Dan pandangannya mulai menggelap.









.

.

.










Minggu pagi, 07.28 di kediaman keluarga Atraja.

Selena berdecak kesal saat tidak ada yang mendengarkannya.

"Bang Aslan, cepat bebasin Arsha. Dia pasti sudah menyesal"

"Gimana kalau dia kelaparan di sana? Arsha juga terluka, dia belum di obati"

Bagai tuli, para pria itu tidak ada yang menyahut atau menanggapi ucapan Selena, meski yang dikatakan perempuan itu benar.

"Diam Selena, tidak sopan" ucap Kaisar.

Mereka melanjutkan acara sarapan pagi itu dengan santai, mengabaikan Selena yang menahan marah dan mengabaikan Arsha yang kelaparan mungkin?

Dengan wajah kesal yang ketara, Selena makan dengan dentingan sendok dan garpu. Sengaja, agar mereka tidak betah berlama-lama di meja makan dan segera menghampiri Arsha.

Agaknya tindakannya itu berhasil membuat Aslan risih dan tidak suka, pria itu langsung pergi saat itu juga, menurutnya Selena terlalu berisik dan tidak punya sopan santun.

Aslan melangkahkan kakinya menuju tempat dia menghukum Arsha, dengan Selena yang mengikutinya dari belakang. Frans yang melihat itu juga mengikuti Aslan, dia cukup cemas dengan keadaan Arsha.

Berdiri di depan pintu berwarna hitam, Aslan membuka pintu itu dengan kunci dan sidik jari sementara Selena yang berada di sampingnya hanya memperhatikan.

"Kita lihat baby Lio sudah jera atau belum" gumam Aslan seperti seorang psycho.

Namun baru saja mereka membuka pintu itu, mereka di hadiahi pemandangan yang luar biasa dan mengerikan.

Genangan darah di lantai berwarna grey itu mampu membuat Selena dan Aslan mematung.

"AAAAAAAAAAA!!" pekik Selena ketakutan, dia berlari menjauh dari tempat itu. Tanpa sadar menabrak Frans yang terlihat baru akan menyusul mereka, Selena jatuh terduduk.

"Lena ada apa?" Tanya Frans.

Arga dan Kaisar juga berada di sana dengan cepat karena mendengar teriakan Selena. Perempuan itu menunjuk arah ruangan yang menjadi tempat hukuman Arsha "Arsha! DARAH! ARSHA!" teriak Selena tidak jelas.

Saat mendengar itu, Frans dan yang lainnya langsung berlari ke arah ruangan itu. Disana mereka dibuat terkejut dengan darah yang hampir kering, menggenangi lantai dengan warna semerah delima.

Terlihat Aslan yang ingin membuka lemari tempat dia menyimpan Arsha, tangan pria itu gemetar karena panik. Arga menghampiri dan langsung merebut kunci itu, membuka pintu besi itu dengan keberaniannya.

"ARSHA! ARSHA!"

Arsha di dalam sana meringkuk dengan mulut yang berdarah-darah, wajahnya pucat pasi seperti mayat. Di ambang pintu, Frans jatuh meluruh tidak sanggup melihat keadaan putranya.

Arga mengecek denyut jantung Arsha, lemah tapi masih terasa "ayo ke rumah sakit! Ayo!!"

Menggendong gaya bridal adiknya, Kaisar berlari terlebih dulu menyiapkan kendaraan dan meminta banyak Bodyguard bersiap untuk membuka jalan.

"AYAH AYO!" teriak Arga saat Frans tidak bergerak.

Frans menoleh ke belakang, Arga sudah berlari dengan Arsha di gendongannya. Dia bangkit dan akan menyusul Arga, sebelum itu Frans melirik Aslan yang masih berada di depan lemari, menunduk dalam.

"Cepat ke rumah sakit" ucapnya pada Aslan, dan berlalu pergi.




























Tbc.







Reala : Who? | REVISI |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang