10. Tulip

71 5 0
                                    

" Kau membangun dinding pembatas yang tak mampu dilihat netra seseorang tak akan bisa ditembus karena memang ada untuk dijadikan penghalang."-

***

Kuku yang dia rawat baik-baik kini menjadi korban pelampiasan dari rasa penasarannya sambil sesekali berdecak heran menyisir rambut panjangnya kebelakang menggunakan jari dan juga terkadang dia bergumam tidak jelas.

Joa memang yang terbiasa sampai dikelas paling pagi biasanya sambil menunggu teman-temannya dia gunakan waktu itu untuk tidur. Tapi sekarang? Boro-boro bisa tidur yang ada kepalanya ingin pecah dengan banyaknya pertanyaan tentang kejanggalan yang terpampang jelas depan mata.

" Ini teror apa gimana?" Gumam Joa entah sudah keberapa kalinya.

Gadis itu menggigit bibir bawahnya antara sesak, takut dan senang diwaktu yang bersamaan membuat bergejolak dengan perasaan aneh yang belum pernah ia rasakan. Sesak jika hal itu bukan sesuai harapannya, takut jika benar-benar akan ada teror yang membahayakan Anneth dan senang jika memang hal itu adalah harapannya. Bunga dari Deven untuk Anneth tapi mungkin bukan!

Hei! Semua orang di SMA Pionir pun tahu kalo tidak mungkin Deven bisa menyukai cewek semudah itu. Walau sudah seberusaha keras Anneth mengejarnya. Lagipula nama Britney masih berada diruang tersendiri dalam kehidupan cowok itu.

" Ngapain lo? Kesurupan?"

Joa sontak terjengkit kaget mengumpat dalam hati. Dan kalo bisa menjampi-jampi sahabatnya yang gemar mengagetkan orang itu.

" Ngapain lo anjir?" Tanya Joa balik, hal itu membuat Charisa yang baru menaruh tasnya ikutan bingung.

Mata Charisa melirik sekilas pada sekuncup bunga diatas meja Anneth kemudian menatap Joa." Ini apaan dah?" Tanyanya

" Mata Lo buta?" Balas Joa ngegas

" Dari Deven kali" ucap salah satu orang yang berada di gerombolan murid yang masuk ke kelas. Nampak serius menatap dua anak Viermeer itu.

" Tidak semudah itu Ferguso" Seru Nashwa ikut melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas kemudian menoyor kepala Sharon siswi yang tadi asal ceplos.

" HEYYO MAMEN!" Anneth dengan cardigan berwarna navy-nya masuk kelas dengan senyum mengembang suka cita dan mengayunkan Tote bag berwarna broken white miliknya.

" Teror?" Salah satu alis Nashwa naik tanda bertanya pada Charisa dan Joa yang sudah lebih dulu berada dikelas.

" Kata Sharon dari Deven" Ucap Anneth dengan wajah polos bak orang yang tidak memiliki dosa dan dengan lugunya dia berkata." Emangnya Deven mau kasih gue bunga?"

" Itu Lo tau, anaknya ibu Davina! Jadi ngapain tanya kita lagi" Joa memutar bola matanya kesal." Please deh gue tau lo nggak sebego itu buat dibegoin"

Seketika empu yang dicela pun meluruhkan bahunya lemas, berwajah sedih Anneth duduk di bangkunya dia langsung membuka surat yang tadi digenggam oleh Charisa dengan perasaan tidak karuan detak jantungnya berdegup dua kali lebih cepat nan kencang membuat napasnya sedikit tak karuan.

Bunga tulip itu ibaratkan hatimu yang hanya butuh mekar padahal aslinya ada banyak hal yang dibutuhkan

Anneth membaca isi surat itu dengan suara keras agar ketiga temannya juga tahu tanpa membaca ulang.

" Sial! Geli gue" Charisa mengusap tangannya yang tiba-tiba saja merinding, biarpun Joa gemar sekali berkata Bucin tapi tetep saja gadis itu jijik dengan kata-kata sepuitis itu.

" So cheesy man" Charisa menggeleng kepala kuat-kuat berharap kata-kata yang tadi Anneth ucapkan segera menjauh dari ingatannya.

" Tulip oranye, warna kesukaan Deven kan?"

APA ITU RUMAH? [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang