16. Feeling Good

61 5 0
                                    

Sebelumnya ada yang nungguin cerita ini update nggak sih, serius nanya??

I'm also sorry for late post again🙏 ada beberapa urusan in my real life yang harus segera aku selesaikan dan nggak bisa ditunda jadi beberapa hari kemarin memang lagi off wattpad so semoga part kali ini cukup ngobatin rindu kalian💜

Siapa bertemu Deven bersikap manis ke Anneth??

Bacanya pelan-pelan aja ya, resapi tiap paragrafnya biar gemesnya kerasa.

HAPPY READING:))

***

Lifia sedang mendekap stoples almond sebagai camilan malam ini, melirik sekilas pada sang kakak yang baru saja masuk ke ruang keluarga lalu kembali menatap layar televisi yang sedang menayangkan serial rekomendasi Nashwa seraya memasukkan almond kedalam mulutnya.

Aktifitas itu terjadi sesaat sebelum pada akhirnya dia ditiban Anneth sampai dirasa tulang rusuknya nyaris patah dan menusuk paru-parunya hingga sesak nafas.

" Arghhhh"

Anneth yang jelas tahu arti ekspresi Lifia cuma ketawa-ketiwi berusaha nggak merasa bersalah meski tadi perbuatannya sengaja. Hitung-hitung itu adalah balasan setelah mendapatkan Bullyan saat masih kecil ketika Lifia mencubitnya sambil nangis dan malah dirinya lah yang disalahkan sang Mama karena membuat adiknya nangis, aneh sekali padahal harusnya dia yang nangis.

" Lihat deh" Gadis itu menaikan tangannya kehadapan Lifia memamerkan beberapa jari yang ada goresan-goresan lecet juga masih merah dan basah lantaran itu luka baru.

" Makannya kalo nggak bisa masak nggak usah sok-sokan belajar masak" Cibir Lifia lalu menendang paha Anneth yang lagi-lagi menempel padanya.

" Otaknya doang yang pinter, tapi hatinya nggak peka" Anneth meringsut kesal." Ini tuh lecet hasil dari tekad menambah ilmu tau!"

Lifia cuma memutar bola matanya malas, kadang bahasa kakaknya itu terlalu lebay.

" Tau nggak hari ini ada cerita apa?" Tanya Anneth dengan nada ceria seperti biasanya.

" Nggak tau, dan nggak mau tau!"

" Berhubung gue lagi berniat jadi kakak yang baik, gue bakal ngasih tau gue belajar gitar tadi dan ini lukanya"

Lifia menoleh dengan cepat, menatap kaget Anneth yang masih terlihat bodoamat kalo tangannya terluka dan begonya dia malah kelihatan senang banget dapat luka tersebut.

Bagaimana bisa? Padahal dulu ketika Lifia belajar gitar well, dia sempat ikut ekskul musik sesakit apapun saat memetik senar tangannya nggak pernah tergores sedikitpun.

" Kok bisa-" Gadis itu berhenti tidak melanjutkan lagi, ahh...dia tidak mau Anneth kegirangan karena tahu ternyata dia dipedulikan.

Lagipula ini Anneth lho, dia nyaris lupa kalo kakaknya ini kulitnya memang sensitif dan sepertinya tipis karena dulu saja saat masih tinggal di mansion dan hendak mengambil kertas HVS tangannya terluka, sejenis kertas saja sudah berdarah jadi jangan heran kalo yang seperti senar gitar dia sampai lecet begitu.

" Nggak usah diterusin lah kalo sampai lecet gitu"

" Nggak dek, ini tuh demi Lo tau nggak? Gue rela-relain bertetes darah biar kita satu sekolah" Balasnya lebay lagi, biasalah kumat.

Lifia mendengus geli mendengar kata-kata sok perhatian itu padahal dia ingat dengan detail bagaimana cara kakaknya itu meninggalkan dirinya dan membuatnya tersiksa seorang diri didalam mansion. padahal yang seharusnya menanggung beban itu adalah Anneth.

APA ITU RUMAH? [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang