19. Hari Tembak-menembak

72 4 0
                                    

" Lo mau kan jadi pacar gue?"

Deven tersedak, nyaris menjatuhkan papan jalan yang menjepit puluhan lembar kertas berdata penting.

Hari ini, adalah hari teramat sial baginya selain harus memeriksa kembali data tentang pembagian pemeran dalam teater diacara festival nanti dan mengecek semua perlengkapan yang ada digudang, Deven juga bertemu dengan Anneth yang tiba-tiba saja memintanya sebagai pacarnya.

" Gue curiga Lo nggak punya rasa malu"

Anneth mengernyit bingung lalu meneliti penampilannya sendiri, hari ini dia mengenakan seragam lengkap SMA Pionir yaitu kemeja panjang berwarna putih dan rok kotak-kotak berwarna abu-abu muda dan mauve, lengkap dengan dasi panjang sampai perut perpaduan hijau dan garis hitam teratur, dia juga tidak lupa memakai almamaternya yang berwarna murasaki berlambang khas SMA Pionir didada kiri tidak ada yang salah dengan penampilannya hari ini.

" Buat apa malu? Gue pake baju seragam nggak tipis dan rok yang nggak diatas lutut lagi, jadi apa ada aurat yang mengundang napsu laki-laki sampai gue perlu ngerasa malu?" Tanyanya

" Lo ini bener-bener bodoh ya?!" Kedua mata Deven memincing sinis.

" Setidaknya gue nggak bodoh-bodoh banget buat dibodohin orang lain jadi Lo mau kan jadi cowok gue?" Balas Anneth dengan bersedekap dada angkuh.

" Nggak!"

" Loh?" Kening Anneth makin mengernyit bingung." Gue nggak nerima jawaban enggak. Soalnya kan pertanyaan gue bukan 'Lo mau nggak jadi cawok gue?' yang tandanya cuma ada satu jawaban yaitu 'Iya!' doang nggak ada yang lain"

Tanpa mengalihkan pandangannya dari deretan kardus-kardus yang ada diatas rak Deven berkata." Untuk bikin orang cinta sama lo itu butuh 3S"

" Senyum, sayangi setulus hati, dan sering menembak orangnya?"

Deven memejamkan mata, berupaya menetralkan emosi atas jawaban yang semakin ngawur dari gadis tersebut. Lalu menoleh untuk memberikan tatapan tajam pada Anneth.

" Sadar diri, sadar posisi, dan sadar muka!"

Anneth tertawa seketika, kemudian mengerlingkan mata." Gue ini dari lama udah sadar diri kalo gue hebat, sadar posisi kalo gue satu-satunya kandidat cawek yang bakal Lo terima, dan sadar muka kalo gue cantik!"

" Gue nggak suka cewek tinggi hati"

" Alasan apa yang buat Lo nolak gue? Apa gue dimata Lo? Atau ada cewek yang lebih cantik dari gua? Kalo ceweknya lebih pinter dari gua oke lah gapapa gue ikhlas ditolak"

Deven kembali mencatat apa saja yang sudah lengkap pada kertas-kertasnya tidak peduli gadis itu nyerocos tanpa henti atau memberikannya rentetan kalimat terus menerus yang penting saat ini baginya hanya menyelesaikan tugas agar bisa cepet ke kantin.

" Ceweknya seleb sekolah, cowoknya penguasa sekolah kita cocok Deven! Nggak ada alesan yang bisa Lo jadiin penolakan" Ucap Anneth tersenyum manis.

Deven mendengus kesal." Lo bisa menjauh dari gua?"

" Nggak mau!"

" Kalo gitu gue nggak jamin Lo nggak pingsan" cowok itu menarik satu kain yang menjadi alas bawah tumpukan kardus-kardus digudang dan membuat beberapa kardus yang untungnya kosong terjatuh menimpa kepala Anneth.

Tanpa rasa bersalah, Deven segera membersihkan kain itu terlebih dahulu sebelum pada akhirnya melenggang pergi. Dia benar-benar meninggalkan Anneth yang terjerembab ke lantai karena tidak kuat menahan beban dari enam kotak seukuran kardus Aqua terjatuh ke tubuhnya.

Tidak! Dia tidak pingsan seperti di film-film walaupun kepalanya sangat sakit, bayangkan saja kardus-kardus itu jatuh menghantam kepala. Saat ini dirinya hanya sedang memutar otak berpikir cara yang tepat untuk melancarkan rencana berikutnya yang akan ia lakukan agar bisa berbicara empat mata dengan Deven.

APA ITU RUMAH? [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang